er Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

Biasakanlah Anakmu

1.Biasakanlah dia mengambil, memberi, makan dan minum dengan TANGAN KANAN. Jika makan dengan tangan kiri, ingatkanlah ia dan pindahkan makanannya ke tangan kanan secara halus.
2.Biasakanlah ia mendahulukan BAGIAN KANAN dalam berpakaian. Ketika menggunakan kain, baju atau lainnya, mulaikanlah dari kanan, sedangkan ketika melepas, MULAIKANLAH DARI KIRI.
3.Biasakanlah ia untuk TIDUR MIRING KE KANAN, dan bukan tidur tertelungkup.
4.Biasakanlah ia untuk tidak memakai PAKAIAN/ CELANA PENDEK, agar anak tumbuh dengan keasadaran menutup aurat dan malu untuk membukanya.
5.Biasakanlah ia untuk tidak menghisap JARI ATAU MENGGIGIT KUKU.
6.Biasakanlah ia untuk BERLAKU SEDERHANA dalam makan dan minum dan jauhkanlah dari sikap rakus.
7.Biasakanlah ia untuk tidak bermain dengan hidung.
8 Biasakanlah ia untuk membaca “BISMILLAH” ketika hendak makan.
9.Biasakanlah ia untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak mulai makan sebelum orang lain.
10.Biasakanlah ia untuk tidak memandang tajam kepada makanan atau orang yang makan.
12.Biasakanlah ia untuk tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
13.Biasakanlah ia untuk makan makanan yang ada dan tidak menginginkan yang tidak ada.
14.Biasakanlah ia untuk MENJAGA KEBERSIHAN MULUT dengan siwak/sikat gigi setelah makan, sebelum tidur dan sehabis bangun tidur.
15.Biasakanlah ia untuk menyilahkan orang lain dalam makanan permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak famili yang masih kecil dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu permainan/makanan.
16.Biasakanlah ia untuk membaca “ALHAMDULILLAH” jika bersin, dan mengatakan “YARHAMUKALLAH” kepada orang bersin yang telah membaca “ALHAMDULILLAH”
17.Biasakanlah ia untuk menahan mulut dan menutupnya jika ia menguap dan menjaganya supaya jangan sampai bersuara.
18.Biasakanlah ia untuk mengucapkan terimakasih jika mendapat kebaikan meski sedikit.
19.Biasakanlah ia untuk tidak memanggil ibu dan bapak DENGAN NAMA-NAMA, tapi biasakanlah dengan panggilan Umi (ibu) dan Abi (bapak).
20.Ketika berjalan, biasakanlah ia untuk tidak mendahului kedua orang tua atau siapapun yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki sebuah tempat lebih dulu dari kedua orangtuanya untuk menghormati mereka.
21.Biasakanlah ia untuk berjalan kaki di trotoar, bukan di tengah jalan.
22.Biasakanlah ia untuk tidak membuang sampah di jalan, bahkan anjurkanlah untuk menyingkirkan kotoran dari jalan.
23.Biasakanlah ia untuk mengucap salam dengan sopan ke orang yang dijumpai dengan ucapan “ASSALAMU’ALAIKUM” serta membalas salam kepada orang yang mengucapkan.
24.Biasakanlah ia untuk berkata-kata dengan benar dan berbahasa dengan baik.\
25.Biasakanlah ia untuk menuruti perintah orang tua atau yang lebih besar darinya, jika ia disuruh seseuatu yang diperbolehkan. Jika membantah, ingatkanlah ia supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela jika hal ini memungkinkan. Jika tidak mungkin, maka paksalah ia untuk menerima kebenaran, karena hal itu lebih baik daripada tetap membantah dan bersikap bandel.
26.Hendaklah orang tua berterimakasih kepada anak jika menuruti perintahnya dan menjauhi larangannya.Bisa juga dengan memberikan hadiah yang disenangi (makanan, minuman, jalan-jalan)
27.Hendaklah orang tua tidak melarangnya bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir atau permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkanbaju kotor. Karena, permainan pada usia ini penting untuk jasmani dan akal anak.
28.Biasakanlah ia untuk senang pada alat permainan yang dibolehkan, seperti bola, mobil, miniatur pesawat terbang, dan sebagainya. Dan biasakanlah ia untuk membenci alat permainan yang bentuknya terlarang, yaitu manusia dan hewan (gambar makhluk hidup, red)
29.Biasakanlah ia untuk menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan/makanan orang lain, sekalipun itu milik saudaranya sendiri.
Disalin dari buku: PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM, karangan Yusuf Muhammad Al-Hasan

Apa itu Bunda?

Itu apa Bunda?"

Pertanyaan ini mungkin sering terlontar dari si kecil ketika dia sudah pandai berbicara dan mulai mengamati sekelilingnya. Tuigas kita sebagai orang tua tidak hanya menjawab pertanyaan namun juga merangsang keingintahuannya dengan menambahkan keterangan tambahan lain dengan bahasa yang sederhana.


Misalnya, Bunda sekeluarga sedang duduk di teras yang menghadap ke halaman rumah, tiba-tiba seekor kupu-kupu terbang melintas. Anda bisa mengugah rasa ingin tahunya.

"Lihat, itu kupu-kupu." kemudia tambahkan informasi lainnya seperti,

"Kupu-kupu itu dulunya ulat." Si kecil nantinya akan balas bertanya "Apa itu ulat?", "Seperti apa itu ulat?"

Membiasakan si kecil untuk mendengarkan tambahan keterangan membuatnya belajar untuk mencoba memahami. Disela-sela belajar, Bunda atau Ayah pun bisa melakukannya melalui lagu dan musik atau cara lain yang menyenangkan. Ada baiknya Bunda dan Ayah mulai mengumpulkan buku-buku bergambar yang menarik sebagai bahan-bahan pengamatan si kecil. Mulailah membacakan cerita-cerita sederhana untuk menambah perbendaharaan katanya sejak dini.

Obyek pembelajaran bagi si kecil bisa bermacam-macam, termasuk bagian-bagian tubuhnya. Banyak yang dapat Bunda atau Ayah eksplorasi mulai dari rambut, jari-jari ataupun pusarnya! Sesi belajar pun akan lebih menyenangkan dengan menyanyikan lagu-lagu seperti "dua mata saya..." atau "kalau kau suka hati..."

Ajari pula si kecil untuk mulai belajarmengurus dirirnya sendiri seperti, mencuci tangan sendiri, buang air kecil sendiri, sambil terus memberinya arahan kemudian rangsang daya ingatnya, seperti kegiatan mencuci tangan berikut,

"Nah setelah kerannya dinyalakan, tangan dibasahi, terus?" ketika Bunda bertanya hal seperti itu si kecil mungkin akan merespon dengan pertanyaan lagi ketika dia tidak mengerti. Arahkan terus hingga si kecil mengerti.


Proses belajar juga dilakukan ketika si kecil dibiasakan menghadapi pilihan. Misalnya,

"Kamu mau yang warna biru atau merah?"

"Mau mangga atau jeruk?"

Memberinya pilihan akan melatihnya untuk mengambil keputusan dan merangsang ingatannya untuk mengingat perbedaan dari benda-benda yang diberi pilihan.

Tujuan utama dari semua kegiatan ini adalah mengkomunikasikan ide. Walaupun begitu, mengucapkan kata-kata dengan benar tetap penting, jangan pernah menyerah untuk membenarkan kata-katanya dengan memberikan contoh yang benar.

Memahami Pengertian Kognitif Afektif Psikomotorik

Dalam dunia pendidikan, khususnya pada konsep pembelajaran dan evaluasi pendidikan, kita sering mendengar istilah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Istilah-istilah tersebut bahkan menjadi mainstream atau arus utama yang melandasi pelaksanaan pendidikan. Karena dalam pengertian kognitif afektif psikomotorik tersebut terkandung totalitas potensi subyek didik yang perlu dikembangkan.

Pendidikan sebagai sebuah proses belajar memang tidak cukup dengan sekedar mengejar masalah kecerdasannya saja. Berbagai potensi anak didik atau subyek belajar lainnya juga harus mendapatkan perhatian yang proporsional agar berkembang secara optimal. Karena itulah aspek atau factor rasa atau emosi maupun ketrampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang.

Sejalan dengan pengertian kognitif afektif psikomotorik tersebut, kita juga mengenal istilah cipta, rasa, dan karsa yang dicetuskan tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara. Konsep ini juga mengakomodasi berbagai potensi anak didik. Baik menyangkut aspek cipta yang berhubungan dengan otak dan kecerdasan, aspek rasa yang berkaitan dengan emosi dan perasaan, serta karsa atau keinginan maupun ketrampilan yang lebih bersifat fisik.

Konsep kognitif, afektif, dan psikomotorik dicetuskan oleh Benyamin Bloom pada tahun 1956. Karena itulah konsep tersebut juga dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom.
Pengertian kognitif afektif psikomotorik dalam Taksonomi Bloom ini membagi adanya 3 domain, ranah atau kawasan potensi manusia belajar. Dalam setiap ranah ini juga terbagi lagi ke dalam beberapa tingkatan yang lebih detail. Ketiga ranah itu meliputi :

Ranah Kognitif

Ranah atau kawasan ini merujuk potensi subyek belajar menyangkut kecerdasan atau intelektualitasnya, seperti pengetahuan yang dikuasai maupun cara berpikir. Dalam domain atau ranah ini, Bloom membaginya ke dalam dua bagian besar. Masing-masing adalah pengetahuan dan ketrampilan intelektual.
Bagian pengetahuan mencakup kemampuan atau penguasaan terhadap pengertian atau definisi sesuatu, prinsip dasar, pola urutan, dan sebagainya. Sedangkan bagian ketrampilan intelektual diperinci lagi menjadi beberapa tingkatan, dari pemahaman, aplikasi, analisa, sintesa, dan evaluasi. Semakin meningkat kemampuan seseorang memperlihatkan kecerdasannya yang semakin tinggi.

Ranah Afektif
Domain ini mencakup kemampuan menyangkut aspek perasaan dan emosi. Pada ranah ini juga terbagi dalam beberapa bagian yang meliputi aspek penerimaan terhadap lingkungannya, tanggapan atau respon terhadap lingkungan, penghargaan dalam bentuk ekspresi nilai terhadap sesuatu, mengorganisasikan berbagai nilai untuk menemukan pemecahan, serta karakteristik dari nilai-nilai yang menginternalisasi dalam diri.

Ranah Psikomotorik

Ranah atau kawasan ini mencakup kemampuan yang menyangkut ketrampilan fisik dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu, seperti ketrampilan dalam bidang olah raga, penguasaan dalam menjalankan mesin, dan sebagainya.
Pada ranah ini juga terbagi dalam sejumlah aspek, meliputi persepsi terhadap panca indra, kesiapan untuk melakukan suatu gerakan fisik, respon terpimpin atau gerakan yang dilakukan berdasarkan trial and error ataupun berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya, mekanisme atau kecakapan melakukan sesuatu, respon motorik yang tampak atau terlihat, penyesuaian atau adaptasi, serta aspek penciptaan gerakan baru sebagai hasil dari ketrampilannya.

Kominikasi Efektif Terhadap Anak Usia 7 Tahun KeBawah

GUNAKAN BAHASA YANG SINGKAT, SEDERHANA DAN TIDAK PANJANG LEBAR
Orang dewasa saja terkadang bingung jika mendengar pembicaraan yang panjang lebar, apalagi anak. Maka dari itu, gunakan komunikasi/bahasa yang to the point sehingga maksud orang tua dapat lebih mudah dipahami. Misalnya : “Dek, buang kertasnya di keranjang sampah dong”.


GUNAKAN BAHASA SE KONKRET MUNGKIN
Daripada berkata : “Kamu tidak boleh egois terhadap teman”. Lebih baik katakana : “Rara, kuenya dibagi ya saying, kan enak kalau makan sama-sama”.

ORANG TUA JANGAN JADI PERAMAL
Sering orang tua meramalkan suatu kejadian yang belum terjadi atau sesuatu yang tidak nyata mengenai anaknya. “Kamu jangan panjat-panjat pohon itu nanti kalau jatuh kakimu bisa patah, nanti dibawa ke dokter”. Sebaiknya katakana saja : “Hati-hati ya kalau memanjat pohon itu”.

PAHAMI BAHASA TUBUH ANAK
Seringkali pada anak yang lebih kecil, bahasa tubuh orang tua yang bersifat non verbal bisa mengomunikasikan sesuatu karena kemampuan bahasanya memang masih terbatas. Misalnya : sikecil yang berusia 2 tahun tampak diam di suatu pojok dan wajahnya menegang. Orang tua hendaknya memancing anak untuk bicara : “Kenapa Dek, kamu PUP ya?”.

TIDAK DENGAN NADA CEPAT ATAU TERBURU-BURU
Saat berkomunikasi, perhatikan intonasi dan nada suara. Intonasi yang tidak jelas dengan nada terburu-buru bisa membuat anak jadi tidak “ngeh” dengan apa yang dibicarakan

Kemantangan Berfikir

Kematangan berpikir ini sejalan dengan meningkatnya usia. Menurut Jean Piaget, seorang tokoh psikologi perkembangan, kemampuan berpikir anak 7 tahun ke bawah dengan 7 tahun ke atas memiliki perbedaan nyata. Anak di bawah 7 tahun ada dalam tahap berpikir praoperasional. Maksudnya dalam memahami sesuatu anak masih berpikir konkret atau belum dapat berpikir secara abstrak. Kemampuan berbahasanya pun masih terbatas.

Sementara kemampuan berpikir anak di atas 7 tahun sudah berada pada tahap operasional. Ia sudah dapat memahami hal-hal yang abstrak. Pergaulan mereka semakin kompleks, tak hanya sebatas lingkungan keluarga tetapi juga teman bermain di luar keluarganya dan sering membuat kendala komunikasi (jarak) dengan orang tua. Di usia ini pada umumnya mereka lebih senang mencurahkan isi hatinya pada teman daripada pada orang tuanya.

Oleh karena itu, orang tua mesti memiliki siasat komunikasi berdasarkan temperamen dan kematangan berpikir anak. Bedakan kala berkomunikasi dengan si adik yang masih berusia 6 tahun dengan si kakak yang sudah berusia 9 tahun. Pada anak usia 6 tahun, orang tua bisa berkata, "Kalau Adek mengambil barang Nino, nanti Nino jadi sedih." Sedangkan untuk anak 9 tahun, orang tua bisa bicara dengan lebih abstrak : "Kamu nggak boleh mengambil uang Bunda tanpa izin. Itu namanya mencuri, dan mencuri adalah perbuatan dosa."

Pahami Kepribadian Anak


Sebageramen”. Ada 4 temperamen manusia menurut filosof Yunani, Hipocrates (460-375 SM), yaitu Phelgmatic, Sanguine, Choleric dan Melankolis. Keempat temperamen ini ada pada diri setiap anak, hanya saja kadarnya berbeda-beda. Namun biasanya, ada satu temperamen yang paling menonjol dari keempatnya.

1.Tipe Phelgmatic
Anak cenderung pendiam sekalipun dalam keadaan sakit, dia tidak banyak bicara. Anak tipe ini juga lebih banyak jadi pengamat dan bila mengerjakan sesuatu selalu tuntas. Terhadap anak dengan temperamen seperti ini, orang tua harus lebih proaktif untuk memancingnya bicara.

2.Tipe Sanguine
Punya banyak teman dan sangat menonjol di lingkungannya. Dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tak pernah tuntas karena tipe sanguine lebih senang bermain. Cirinya adalah cenderung gembira, ceria dan mudah akrab dengan orang lain, easy going, pandai bercerita, tak mudah marah maupun sedih, dan memiliki sifat-sifat positif lainnya. Negatifnya, dia tak bisa membedakan situasi, sehingga ia terlihat sebagai sosok yang tak bisa diajak serius.
Anak tipe ini bisa dikatakan banyak cerita dan ingin diperhatikan. Kadang yang diceritakan terlalu dilebih-lebihkan karena tujuannya untuk menarik perhatian orang lain. Nah, hendaknya orang tua bersikap sebagai seorang pendengar yang baik dan mengarahkan anaknya agar tidak sampai terbawa khayalan atau berbohong. Misalnya, "Wah, tadi aku lihat Keke jatuh sampai berdarah-darah." Orang tua mungkin bisa memintanya menjelaskan lebih detail, "Bagian mananya yang berdarah?". Hindari reaksi, "Oh ya, bagaimana bisa Keke sampai banjir darah?". Jika terlalu direspons seperti itu anak akan melebih-lebihkan lagi ceritanya. Jika tidak diarahkan, kelak anak akan sulit membedakan mana yang kenyataan dan mana yang hanya khayalan/pikirannya saja.

3.Tipe Choleric
Anak terlihat gesit, energik dan nyaris tak pernah diam. Memiliki bakat memimpin, tangguh sekaligus berkemauan keras untuk belajar dan maju. Paling tak suka diatur, punya kemauan sendiri, dan cukup keras. Misalnya, anak tidak mau disuruh mandi, "Dek, ayo mandi sudah siang."
"Enggak mau, ah, Ma, pengin nonton dulu."
Nah, kalau dia membantah seperti itu, hendaknya orang tua tidak terpancing marah. Akan lebih bijaksana jika berkata : "Ayo, dong, mandi. Mandi pagi itu kan sehat. Lihat, deh teman-temanmu di luar sudah mandi semua”.
Sementara untuk anak yang sudah lebih besar orang tua harus bicara tegas dan konsisten karena untuk menghadapi anak tipe ini orang tua harus tetap memegang kendali atau lebih dominan (perpaduan antara komunikasi terbuka dan satu arah). Kalau tidak, anak bisa berkembang semau-maunya dan jadi susah diatur.
Hal yang harus diwaspadai, anak bertemperamen seperti ini cenderung mengabaikan perasaan orang lain, sulit bertenggang rasa pada usaha dan penderitaan yang tengah dilakukan orang lain, serta tidak suka melihat anak lain merengek. Jadi tak salah bila orang tua mengajarkan nilai empati kepada anak seperti ini. Misalnya untuk anak di bawah 7 tahun, "Kalau Adit ingin mainan Bimo, minta baik-baik, jangan direbut. Tuh, lihat Bimo, dia jadi sedih”. Sedangkan bagi anak usia di atas 7 tahun, katakan seperti ini, "Coba deh, kalau kamu diejek teman, rasanya kesal bukan? Begitu juga kalau temanmu diejek."

4.Tipe Melankolis
Anak sangat sensitif dan berperasaan halus, cenderung pendiam dan tertutup. Namun, ia kurang bisa mengekspresikan perasaannya. Kelebihannya, dalam bekerja anak bertempe
ramen seperti ini termasuk perfeksionis. Orang tua mesti pandai-pandai menjaga perasaannya. Jangan sampai menyinggung dan membuat hatinya terluka.
Bila ia berbuat salah, tegur dengan halus dan terfokus pada kesalahan yang dilakukannya. Hindari cara-cara kasar, seperti membentak-bentak atau melabelinya dengan predikat negatif, seperti : "Kamu memang nakal!". Hal ini akan membekas pada benaknya dan anak menganggap apa yang dikatakan orang tua merupakan hal yang sesungguhnya, yaitu bahwa dirinya memang anak nakal. Kalau sudah begitu, anak cenderung tambah tertutup.
Namun jika cara penanganannya tepat, dalam arti orang tua selalu menggunakan bahasa yang baik dan halus saat berkomunikasi dengannya, maka anak pun bisa menjalin komunikasi yang terbuka dan merasa dekat dengan orang tua.