er Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

Menciptakan Kondisi Belajar yang baik untuk Anak

Fun LearnigSebelum kita dapat menciptakan kondisi belajar yang baik bagi anak, ada beberapa hal yang kita perlu ketahui dari proses kerja otak pada saat belajar.
Sebelum kita dapat menciptakan kondisi belajar yang baik bagi anak, ada beberapa hal yang kita perlu ketahui dari proses kerja otak pada saat belajar. Proses kerja otak anak pada saat belajar adalah sebagai berikut :
Sebelum kita dapat menciptakan kondisi belajar yang baik bagi anak, ada beberapa hal yang kita perlu ketahui dari proses kerja otak pada saat belajar.
Sebelum kita dapat menciptakan kondisi belajar yang baik bagi anak, ada beberapa hal yang kita perlu ketahui dari proses kerja otak pada saat belajar. Proses kerja otak anak pada saat belajar adalah sebagai berikut :

Informasi masuk melalui batang Otak dalam bentuk data kasar, dan akan dinilai oleh sistem limbik.

Jika sistem limbic menilai tidak ada rasa takut, informasi akan langsung diteruskan ke korteks serebri untuk diolah (diperhalus dn diperjelas) aapa yang kita lihat, dengar atau alami. Amiglada , meupakan salh satu bagian limbic yang membentuk emosi yang sesuai dengan apa yang terjadi saat itu.

Jika tedapat rasa takut, informsi akan langsung ditangkap oleh Amiglada tanpa diolah lagi di korteks serebri, dan langsung diputuskan apakah akan melawan atau melarikan diri. Yang tampak secara kasat mata adalah, anak langsung meninggalkan kita atau, anak tetap dihadapan kita tapi tidak mau mengerjakan hal-hal yang kita minta. Inilah yang disebut dengan “downshifting” atau “ kondisi otak yang merosot” atau “kondisi otak yang tidak bisa bekerja”.

Jika Otak tidak bisa belajar Downshifting atau keadaan otak yang tidak bisa bekerja (baca: belajar) dapat terjadi karena anak-anak sangat tidak berdaya dan tidak mempunyai kemampuan untuk betanggung jawab atas dirinya dan pengalamannya. Konsekuensi dari semua itu anak menjadi mudah takut. Orang tua harus memahami dan dapat mengatur kegiatan anak agar tidak kelebihan stimulasi (Over Stimulated) dan tertekan.

Jika anak terlanjur mengalami Downshifting, kita bisa megatasinya dengan memangkas pelajaran sesuai kebutuhan dan kemampuan anak saat itu. Kita bisa memberikan keleluasaan pada anak untuk menentukan pilihan apa yang ingin mereka pelajari. Menyediakan lingkungan yang aman juda dapat membantu untuk mengatasi Downshifting.

Beberapa kondisi belajar yang dapat kita ciptakan untuk menghindarkan anak dari Downshifting,, diantaranya :

Orchestrated Immersion, yaitu menciptakan lingkungan belajar yang benar-benar mencelup anak ke dalam pengalaman edukatif. Misalnya, jika kita ingin anak belajar tentang hutan, kita dapat membawanya ke hutan wisata di sekitar rumah kita. Atau, hiaslah ruang belajar dengan gambar-gambar pohon besar, daun-daun kering yang dianyam lalu digantung supaya terkesan suasana hutan.

Relaxed alertness, yaitu mengusahakan sebuah keadaan di mana anak bisa “waspada tapi rileks”. Gunanya adalah untuk menghilangkan rasa takut anak, sambil menjaga lingkungan agar tetap menarik dan menantang.Misalnya, jika anak sama sekali tidak tahu tentang hutan, mereka cendrung merasa takut atau tidak tertarik. Untuk itu kita perlu memberikan kegiatan pendahuluan seperti membaca buku tenntang hutan, lalu mengatakan kepada mereka, “Kalau mau tahu leih banyak tentang hutan, yuk kita pergi melihat langsung kehutan !” Dengan kegiatan pendahuluan anak biasanya akan sangat tertaik untuk menyaksikan langsung semua yang merek ketahui tentang sebuah tema pelajaran.

Active processing, yakni kegiatan yang memungkinkan anak secara aktif melihat, mengkonsolidasi dn menginternalisasi informasi yang dating. Misalnya , setelah perjalanan ke hutan otak anak penuh dengan pengalaman tangan pertama (firsthand experience). Maka , ajak mereka menyusun segala sesuatu tentang hutan, benda yang dikumpulkan dari sana, foto-foto yang telah dicetak kedalam suatu file yang sengaja telah disiapkan. Ini adalah suatu usaha untuk menggabungkan informasi baru dnegan memori informasi yang sudah ada sebelumnya di otak , agar menjadi sebuah memori baru di dalam otak anak.

Anak belajar dengan berbagai cara Anak-anak dalam mempelajari sesuatu melalui berbagai cara, sebagai berikut:

•Anak belajar melaui inderanya

•Anak belajar sambil praktek langsung

•Anak belajar melalui bicara
•Anak belajar dengan gerak
•Anak belajar karena dimotivasi bukan utuk dipaksa
•Anak belajar sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat
•Anak belajar melalui penghargaan dengan penguat positif
•Anak belajar dengan meniru
•Anak belajar dengan cara mengulang-ngulang
•Anak belajar dengan “coba dan salah”
•Anak belajar melalui tantangan dan rangsangan yang diberikan
•Anak belajar melalui interaksi dengan teman (Peer-teaching)
•Anak belajar dalam lingkungan yang penuh cinta, kehangatan, rasa aman dan nyaman
•Anak belajar ketika kebutuhan fisiknya telah terpenuhi (tidak lapar, tidak mengantuk, atau dibawah tekanan, paksaan dan penjejalan
•Anak belajar mengembangkan dirinya secara utuh (potensi spiritual, emosi dan delapan aspek kecerdasan).

Kekuatan Pikiran dalam Pengasuhan Anak

Masa kecil adalah masa pembentukan konsep-konsep diri, citra diri, dan kecenderungan-kecenderungan pada manusia. Diakui atau tidak, perbedaan karakter, kebiasaan, selera, dan terlebih persepsi-persepsi kita tentang kehidupan dipengaruhi oleh masa kecil kita. Ajaibnya, semua itu dibentuk bukan lewat tutorial, melainkan diawali oleh pikiran dan persepsi orang tua atas anak-anaknya. Tak percaya?Sebuah buku berjudul Mind Power for Children yang ditulis oleh John Kehoe dan Nancy Fischer menjelaskan tentang hal tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami. Buku setebal 201 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Think Yogyakarta.

Persepsi kita terhadap anak-anak ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap cara kita memperlakukan mereka dan cara kita berbicara atau bersikap terhadap mereka, dan hal itu pun akan menular pada anak-anak tanpa kita sadari.

Bayangkan ketika kita sedang merasa kesal pada anak-anak saat mereka membuat gaduh. Wajah kita berubah kusut, suara kita menjadi sedikit tegang, dan mungkin meledak jika tak sempat terkontrol. Lalu apa yang mungkin dipikirkan anak-anak tentang kita dengan sikap tersebut? Yakinlah mereka pun akan merasakan ketidaknyamanan itu secara otomatis.

Pada bagian awal buku ini dikatakan, “Pikiran adalah kekuatan paling dahsyat. Begitu pula dalam dunia anak. Segala bentuk pikiran yang terlintas dalam pikiran mereka setiap hari akan mempengaruhi semua aspek kehidupan mereka. Sikap, pilihan, kepribadian dan siapa mereka sebagai individu, adalah produk dari pikiran-pikiran tersebut.”

Kekuatan Kata-Kata

Ketika kita sekolah dulu, mungkin pernah mendengar istilah diksi (pilihan kata). Ternyata, hal itu sangat penting diperhatikan dalam mengarahkan pikiran kita dan anak-anak.

Kata-kata adalah lukisan verbal dari pikiran dan perasaan. Kesan yang ditangkap anak-anak dari kata-kata yang kita ucapkan akan diolah sedemikian rupa oleh otak mereka.

Satu hal yang menarik, anak-anak ternyata akan lebih fokus pada kata terakhir yang mereka dengar daripada uraian kata di awal kalimat, betapapun penting dan panjangnya kata-kata pada awal kalimat tersebut.

Beberapa waktu lalu kami sekeluarga pergi mengunjungi kerabat di Jakarta. Di dalam bis kami lihat seorang ibu menggendong anaknya yang masih berusia kurang lebih satu tahun. Anak itu nampak manis dalam gendongan ibunya, sampai kemudian sang ibu berkata pada anaknya, “Ade, jangan rewel ya, jangan nangis!” Ajaibnya, tak lama kemudian anak itu malah merengek-rengek dan bahkan menangis keras tanpa alasan yang jelas.

Saya dan suami senyum-senyum. Ya, teori tentang efek kata terakhir pada anak ternyata benar-benar terbukti. Kalimat yang diucapkan si ibu adalah kalimat negatif, “Jangan rewel!” namun kesan paling dalam yang didengar anak ternyata terletak pada kata terakhir yaitu ‘rewel”.

Lawan dari kalimat negatif adalah kalimat positif. Mempergunakan kalimat positif akan mengarahkan pikiran kita pada apa yang kita inginkan, sedangkan kalimat negatif mengarahkan pikiran pada apa yang tidak kita inginkan.

Misalnya kalimat, “Saya tak mau gagal lagi.” Itu adalah kalimat negatif yang lebih mungkin dipersepsi pikiran kita menjadi “gagal lagi”. Namun sesungguhnya kalimat itu bisa berubah postif jika pilihan kata yang kita gunakan adalah, “Kali ini saya akan berhasil”.

Mengajarkan Pikiran Positif pada Anak

Melatih anak untuk berpikir positif juga diawali dengan melatih mereka untuk mempergunakan kalimat positif dan menghindari kalimat negatif.

Bagaimana menjelaskan tentang perbedaan pikiran negatif dan positif pada anak-anak menurut penulis buku ini adalah dengan membuat perumpamaan. Pikiran itu ibarat taman. Pikiran positif itu adalah bunga yang membuat kita senang ketika melihatnya, sedangkan pikiran negatif adalah rumput liar yang membuat bunga terlihat kacau dan kita yang melihatnya merasa terganggu. Supaya bunga tumbuh dengan baik, maka sesering mungkin kita harus menyingkirkan rumput liar yang ada di sekelilingnya.

Kekuatan Afirmasi

Beragam hal dalam kehidupan anak-anak terkait pertemanan, persepsi diri, kemampuan-kemampuan intelektual, ataupun optimisme pribadi erat hubungannya dengan bagaimana mereka memikirkan itu semua.

Afirmasi adalah cara paling mudah untuk mengarahkan pikiran dan bahkan keadaan yang negatif menjadi positif. Sebuah penggalan cerita berikut akan menjelaskan hal itu:

Ketika Charles, anak laki-lakiku sakit, ia pergi ke dokter karena kutil yang sangat sakit, berakar di dalam kakinya. Dia dijadwalkan akan diobati dengan mencabut kutil itu seminggu kemudian. Tetapi ketika hari itu tiba, Charles mengatakan kepadaku bahwa kutil itu hampir hilang. Ketika mengeceknya. aku melihat memang benar demikian dan meminta dokter agar membatalkan janjinya. Ketika aku bertanya kepada Charles apa yang telah dia lakukan, dia mengatakan kepadaku bahwa setiap pagi dia melihat kakinya dan berkata, “kakiku bertambah baik dan baik setiap hari.” Dia telah menggunakan teknik afirmasi untuk menyembuhkan penyakitnya.

Anda boleh percaya, boleh juga tidak. Namun tak ada salahnya kan menyimak buku ini, untuk menyumbangkan suplemen positif bagi pikiran kita.

Mengintip Kecerdasan Anak Sejak Dini

Apakah si Upik yang sudah pandai bicara dan berhitung di usia 2 tahun bisa dibilang anak cerdas? Bagaimana dengan anak yang telah lancar membaca di usia 4 tahun, layakkah disebut cerdas?Inteligensi yang tinggi seringkali dikaitkan dengan orang yang punya kemampuan secerdas Albert Einstein. Padahal, hingga saat ini belum ada ahli yang bisa merumuskan definisi kecerdasan dengan tepat.
Meski belum ada definisi pasti mengenai kecerdasan, menurut psikolog Roslina Verauli, M.Psi, secara umum kecerdasan merupakan kapasitas yang dimiliki individu sehingga memungkinkan ia untuk belajar, bernalar, dan memecahkan masalah serta melakukan tugas-tugas kognitif tingkat tinggi lainnya.
Apa saja tugas-tugas kognitif tingkat tinggi itu? “Kemampuan berbahasa, daya ingat yang baik, mampu memecahkan masalah, serta kemampuan berpikir kritis atau menalar,” kata psikolog yang akrab disapa Vera ini.
Tentu saja, kecerdasan pada bayi usia di atas lima tahun tidak sama dengan kecerdasan pada balita. Pada usia bayi, kecerdasannya masih seputar perkembangan kemampuan motorik dan bahasa. Sedangkan pada usia balita, kemampuan ini berkembang menjadi kemampuan motorik kasar, motorik halus, bahasa, hingga kemampuan personal dan sosial. Bila anak menunjukkan kemampuan yang melebihi anak seusianya, dapat dikatakan ia memiliki kapasitas belajar yang baik alias cerdas.
Kecerdasan pada anak bisa dideteksi sejak dini, bahkan sejak ia baru lahir. Untuk mengukurnya, orangtua perlu memahami status perkembangan yang normal pada bayi dan balita. Misalnya saja pada usia 6 bulan, bayi seharusnya mampu belajar duduk dan bisa memegang benda kecil atau makan kue yang diberikan.
Atau anak usia dua tahun seharusnya sudah mulai berkomunikasi dengan kata-kata, serta penuh rasa ingin tahu. “Orangtua harus peka dan bisa mendeteksi sejauh mana perkembangan kemampuan anaknya. Kalau ada keterlambatan, langsung diwaspadai apakah tumbuh kembangnya terhambat atau memang orangtua kurang menstimulasi,” kata Vera.
Sebagai pedoman, ada beberapa tahap perkembangan yang dianggap normal dalam arti sudah bisa dikuasai oleh anak pada usia tertentu.

0-3 bulan:
Hanya menampilkan respons refleks atas stimulus. Bahasa yang dikuasai hanyalah berupa tangisan.

4 bulan:
Mulai memiliki kontrol atas tubuhnya sendiri dan menunjukkan awal mula kemampuan motorik halus. Mulai mampu merespons secara sosial dengan senyuman dan bunyi-bunyian.

6 bulan:
Mulai belajar duduk dan merangkak. Sudah memiliki kemampuan mengontrol gerakan tangan sehingga mampu memegang benda kecil atau makan kue yang diberikan. Bahkan sudah memiliki kemampuan koordinasi mata dan tangan untuk menggapai benda.

9 bulan:
Sudah mulai mampu menggunakna jari jemarinya untuk makan sendiri. Mulai mencoba merangkak dan berdiri. Mencoba menggunakan kata atau suku kata sederhana.

12 bulan (tahun pertama):
Terlihat perkembangan yang cukup pesat pada anak dan ia mulai menunjukkan kemampuan menguasai berbagai hal.

Tahun ke-2:
Mulai independent, senang mengeksplorasi, penuh rasa ingin tahu, mencoba berbagai kemampuan baru, berkomunikasi dengan kata-kata, mencoba memahami sebab-akibat melalui kemampuan motorik, dan menguasai proses belajar dalam arti yang sesungguhnya.

Tahun ke-3:
Anak sudah menunjukkan penguasaan yang jauh lebih baik pada berbagai alat untuk belajar, seperti bahasa, ingatan, kemampuan motor, dan perasaan tentang dirinya sendiri.

Tahun ke-4 dan ke-5:
Kemampuan belajar anak jauh lebih berkembang sehingga memungkinkan ia menerima proses belajar secara formal.

Mengkritisi Lagu Anak

Sukakah Anda mendengarkan lagu untuk Anda? Tidak jarang ibu-ibu saat ini yang memilih produk lagu anak zaman dulu yang masih banyak dihafal lagu-lagunyam seperti yang diciptakan oleh Bu Kasur dan Pak AT Mahmud yang sangat mendidik, santun dan tak lekang oleh waktu.Kemudian, jika Anda mengamati, lagu anak di era 80an masih merupakan warisan dari zaman sebelumnya. Biasanya ditandai dengan durasinya yang pendek dan kalimat yang mendidik, serta mudah dipahami.

Berbagai contoh yang tetap popular hingga saat ini diantaranya : Balonku, Bintang Kecil, Aku Seorang Kapiten, Naik Kereta Api, Pelangi, dan lain sebagainya. Penyanyi anak yang terkenal pada masa dulu antara lain Adi Bing Slamet, Ira Maya Sopha dan Chica Koeswoyo.

Semenjak dikenal TV swasta pada era 90an, maka mulai dikenal penyanyi dan lagu anak yang beragam. Pada saat awal era tersebut, nama Puput Novel paling dikenal. Meski demikian, lagu-lagu tersebut banyak dinikmati oleh anak TK maupun SD saja.

Kemudian, hadirlah Cikita Meydi, Eno Lerian, Leoni, Dea Ananda, yang memberi ikon masa kanak-kanak yang khas lewat lagunya tentang persahabatan, pendidikan, kasih sayang ibu, sebuah harapan dan cita-cita layaknya syair lagu Joshua yang berangan menjadi seorang Habibie, atau banyak hal tentang semangat militansi dunia anak.

Sedangkan di era 2000, anak-anak sudah lebih bebas menikmati lagu dalam berbagai format, diantaranya VCD, MP3, maupun handphone. Dengan kemudahan ini, anak di zaman sekarang tidak lagi hanya mendengarkan lagu anak, namun lebih menyenangi lagu remaja.

Kondisi ini kadang membuat miris, ketika anak justru gemar menyanyikan lagi bertema cinta. Tidak bisa dipungkiri, tidak banyak penyanyi cilik saat ini yang bisa mendendangkan lagu anak bertema klasik dan memiliki nuansa masa kecil nan bahagia, kecuali Sherina dan Tasya. Tidak sedikit yang mengikut gaya orang dewasa, dan tidak memiliki pesan moral yang patut dicontoh.

Perlu kita pahami bahwa musik ibarat pedang bermata dua. Secara psikologis, musik dapat membawa peran yang positif dalam pembentukan mental dan perilaku. Sebagai contoh adalah musik klasik yang digunakan sebagai sarana terapi oleh ibu hamil.

Di lain sisi, musik justru dapat mengonstruksi mental, perilaku, dan sikap ke dalam sebuah ruang yang terisolasi, asing, aneh, bahkan cenderung indoktrinatif dan intervensial. Termasuk dalam hal ini adalah lagu anak.

Begitu pula halnya dengan musik untuk dunia anak. Mereka menyanyi, tetapi bukan lagi dari hati yang mewakili mereka dan tidak lagi tema anak yang dibawakannya. Tidak ada lagi tema pendidikan, persahabatan, cita-cita, kasih sayang ibu, yang dinyanyikan dalam lagu anak, tetapi justru tema asmara dan cinta.

Sudah selayaknya kita mengembalikan sebuah masa bagi anak- anak yang kini telah hilang dengan menempatkan lagu anak pada koridor dan ruang yang semestinya. Kita bisa mengenalkan anak pada hal-hal sederhana, seperti alam, hewan, pancaindera, juga mendidik pola berpikir anak secara runtut dan terpola, seperti yang banyak diciptakan oleh orang barat.

Dengan lagu anak, kita bisa mengajak anak belajar dan sekaligus membentuk pola berpikirnya agar menjadi lebih kreatif. Anak diajarkan cara membaca, sehingga merasa nyaman dan tidak seperti sedang belajar.
Saatnya menciptakan lagu yang mendidik dan dapat membentuk karakter kecerdasan anak, agar kelak mampu bersaing dengan teman-temannya di belahan buni manapun.

Mengajari Anak Perbedaan Tangan Kanan Dan Tangan Kiri

“Najwa”, panggil gurunya pada saat mengabsen murid-murid TK. A
Yang dipanggil rupanya diam saja dan kelihatan bingung.
“Ada apa Najwa?” tanya Bu Guru penasaran.
“Aku tak tahu Bu, aku harus mengacungkan tanganku yang mana?” jawab Najwa polos.
Bu guru Putri hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala mendengar pengakuannya yang jujur itu.
--
Ilustrasi di atas memberikan gambaran pada kita bahwa mengajari sejak dini fungsi tangan kanan dan kiri itu sangat penting.

Umumnya, seorang anak tak akan tahu yang mana tangan kanan dan yang mana tangan kiri. Yang mereka ketahui hanyalah bahwa mereka memiliki dua buah tangan dan sepuluh buah jari. Selebihnya, mereka belum mengerti perbedaan fungsi antara tangan kanan dan kiri.

Apakah penting mengajarkan pada mereka tentang tangan kanan dan tangan kiri?

Bagi sebagian orang mungkin hal ini dianggap sepele, padahal sebenarnya sangat penting. Ada sebuah kasus yaitu seorang anak yang sama sekali tidak bisa menulis dengan tangan kanannya karena sedari kecil dia sudah biasa menulis dengan tangan kiri.

Padahal, kita tinggal di sebuah Negara dengan tradisi ketimurannya yang sangat kental dan sangat menghargai kesopanan. Kasus di atas tentunya akan merugikan anak tersebut ketika tumbuh menjadi dewasa, karena sebagian besar orang di Negara kita masih menganggap bahwa menulis dengan tangan kiri atau kidal itu tidak sopan.

Bagaimana memulainya?

Seorang anak harus diajarkan tentang tangan kanan dan tangan kiri sejak balita. Karena pada saat usia tersebut, otak mereka masih fresh dan masih dengan mudah dimasuki oleh materi- materi serta beragam pelajaran.

Proses pengenalan tentang tangan kanan dan tangan kiri serta manfaatnya bisa dilakukan di rumah sebagai ruang lingkup yang paling kecil.

Tak hanya di rumah tentunya, bagi balita yang sudah bersekolah, mengajarkan konsep tentang tangan kanan dan tangan kiri juga harus dilakukan.

Materi dasar yang bisa diberikan tentang tangan kanan dan tangan kiri untuk balita yaitu:

•Tangan kanan digunakan untuk menulis, mengangkat tangan, menunjuk sesuatu, dan bersalaman. Tangan kanan adalah tangan yang baik bagai bidadari

•Tangan kiri digunakan pada saat ke kamar kecil dan tidak boleh digunakan selayaknya tangan kanan.

Pemberian materi tentang tangan kanan dan tangan kiri pada balita bisa juga melalui sebuah cerita. Misalnya, apa yang akan terjadi bila tangan kiri melakukan tugas sebagai tangan kanan dan sebaliknya. Tentunya cerita-cerita yang dipilih juga harus mendidik dan mudah dicerna.

Selain melalui kegiatan di atas, cara mengajarkan konsep tangan kanan dan tangan kiri pada balita bisa dilakukan melalui lagu. Misalnya lagu ini”

“Tangan kanan tangan kiri mempunyai jari
Direntangkan dibengkokkan putar pergelangan
Acung depan dilentikkan ayo tepuk tangan”


Tentunya yang mengajar juga harus praktek juga agar anak-anak bisa mencontoh.

Setelah semua materi diberikan, maka langkah berikutnya adalah pemberian award kecil-kecilan dan hukuman ringan bagi anak yang ingat dan lupa tentang fungsi tangan kanan dan kiri.

Misalnya: bila seorang anak bersalaman dengan tangan kiri, seorang pengajar bisa mengingatkannya, sebaliknya bila bersalaman dengan tangan kanan maka seorang pengajar bisa menghadiahinya kata-kata pujian ringan. Sedikit hal yang mungkin nampak sederhana bagi orang dewasa tersebut merupakan hal besar dan luar biasa bagi anak-anak.

Dari paparan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pengajaran tentang manfaat tangan kanan dan kiri bagi anak usia dini atau balita sangatlah penting, karena mereka adalah perekam dan peniru yang baik sepanjang masa.

Bila kita mengajarkan kejelekan maka kejelekan pula yang akan tercermin dalam kepribadian mereka kelak, sebaliknya bila kita mengajarkan kebaikan merekapun akan mengikuti kebaikan itu.

Perkembangan Anak

Perkembangan anak penting dijadikan perhatian khusus bagi orangtua. Sebab, proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan mereka pada masa mendatang.

Jika perkembangan anak luput dari perhatian orangtua (tanpa arahan dan pendampingan orangtua), maka anak akan tumbuh seadanya sesuai dengan yang hadir dan menghampiri mereka.
Kelak, orangtua akan mengalami penyesalan yang mendalam.

Apa saja tahapan perkembangan anak?
Perkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada usia anak, yaitu pada masa:

* Infancy toddlerhood (usia 0-3 tahun)
* Early childhood (usia 3-6 tahun)
* Middle childhood (usia 6-11 tahun)

Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek berikut:

* fisik (motorik)
* emosi
* kognitif
* psikososial

Aspek-aspek perkembangan anak

1.Perkembangan Fisik (Motorik)
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.

Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.

*Perkembangan motorik kasar
Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh.

Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.


**Perkembangan motorik halus
Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu.

Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.

2.Perkembangan Emosi
Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya.

Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.

3.Perkembangan Kognitif
Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.

4.Perkembangan Psikososial
Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya.

Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang.

Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.