er Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

Bahasa dan Tata Nilai

Dalam pendidikan yang berkaitan dengan budaya, seperti pendidikan multi-kultural, salah satu alat penting yang digunakan adalah pendidikan bahasa. Sebab, penggunaan bahasa merupakan cerminan dari tata nilai dan tata pikiranSeorang yang bertata nilai baik akan cenderung menggunakan bahasa yang baik. Seorang yang menggunakan bahasa yang melecehkan dan mengandung kekerasan, dimungkinkan di dalam dirinya mengandung tata nilai tersebut.

Salah satu cara untuk memadukan antara tata nilai dan kemampuan berbahasa adalah mengekspos anak dengan pilihan kata dan bahasa positif sejak dini. Pada waktu anak mulai berlatih membaca, kata-kata yang dipilih tidak harus berupa kata benda. Tetapi, pilihkan kata-kata yang memiliki nilai positif (misalnya: cinta, sayang, adil, ramah, baik, pandai, damai, menolong, dan sebagainya) dan kurangilah ekspose kata-kata negatif (misalnya: jahat, benci, cengeng, iri, bodoh, culas, perang, dan sebagainya).

Ekspose yang kuat terhadap kata-kata yang positif bukan hanya berfungsi melatih ketrampilan berbahasa anak dan membuat distingsi bahasa. Tetapi, pilihan dan penguasaan kosa kata mempengaruhi tata nilai yang dominan pada anak.

Selain berkaitan dengan tata nilai, kemampuan membuat distingsi bahasa (perbedaan yang tipis antar istilah) juga menunjukkan penguasaan pada satu bidang kehidupan. Seorang yang memiliki banyak pengetahuan tentang keuangan akan memiliki kosa kata yang lebih banyak mengenai uang dan perilaku uang dibandingkan orang lain. Seorang yang memiliki banyak pengetahuan tentang masakan, memiliki kosa kata yang sangat luas untuk mendeskripsikan nama benda, alat, proses, serta keadaan-keadaan yang berkaitan dengan dunia masakan.

Oleh karena itu, lihatlah kumpulan kosa kata yang kita miliki. Pada area apa yang banyak kita miliki, di situlah wilayah keahlian/kecerdasan kita. Jika kita ingin membantu anak menguasai sebuah area tertentu, salah satu strategi belajar yang dapat dilakukan adalah memperbanyak penguasaan kosa kata yang terkait dengan area itu.

Apa Saja Dasar-dasar Cara Mengajar yang Baik?

Pertanyaan yang mungkin saja muncul di benak anda adalah pada usia berapa anak sudah bisa diajar membaca? Jawabannya adalah mulailah pada usia sedini mungkin. Usia 3 bulan, it's ok!
Semakin dini, semakin gampang mengajarnya.

Kemudian anda perhatikan juga sikap dan pendekatan terhadap anak. Ciptakan pendekatan yang menyenangkan karena belajar membaca adalah permainan yang sangat bagus.
Anda tidak boleh lupa bahwa :
*Belajar adalah permainan hidup yang paling menggairahkan dan belajar bukanlah bekerja.
*Belajar adalah pahala, bukan hukuman.
*Belajar adalah bersenang-senang, bukan bersusah payah.
*Belajar adalah suatu kehormatan, bukan sesuatu yang hina.

Anda harus selalu ingat akan hal ini dan jangan melakukan apapun yang bisa menghancurkan bakat alami anak untuk belajar.

Jika suasana hati anda dan anak sedang tidak enak, sakit, rewel, lelah, lapar, hentikanlah kegiatan belajar mengajar.
Anda pasti melakukan sesuatu yang salah.

Pastikan bahwa waktu yang anda gunakan untuk melakukan permainan ini sangat singkat. Ambil lima kartu dengan kategori yang sama, misalnya anggota keluarga. Tumpuk jadi satu. Anda dan anak saling berhadapan dengan jarak sekitar 15
- 20 cm. Kalau masih bayi, bisa digendong oleh anggota keluarga yang lain.

Lalu mulailah acara belajar membaca. Ambil kartu yang paling belakang sambil melirik kata pada bagian belakang kartu.
Hafalkan. Dan tunjukkan pada anak dengan menaruh kartu tersebut di depan menutupi kartu yang pertama, sambil menyebut katanya. Begitu pula dengan kartu kedua dan seterusnya.

Memperlihatkan kartu hanya satu detik saja. Lho? Apakah bayi bisa menangkap sebegitu cepat? Tentu saja, Rico! Ini merupakan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Dr.
Glenn Doman sejak tahun 1955. Dan lebih dari lima juta ibu di seluruh dunia telah menerapkan metode ini kepada anaknya.

Lakukan permainan membaca ini tiga kali sehari. Peluk dan cium anak anda setiap kali selesai bermain kata.

Hentikan permainan sebelum anak ingin menghentikannya. Ini merupakan cara agar anak tidak cepat bosan. Jika anda selalu mengamati keadaan ini, maka anak akan merengek untuk bermain kata lagi. Dan anda akan memupuk keinginan alami anak untuk belajar, bukan menghancurkannya.

Minat dan semangat anak dalam belajar membaca sangat tergantung kepada kecepatan materi yang ditunjukkan, jumlah materi baru, dan cara mengajar anda yang menyenangkan.

Anak-anak tidak menatap, mereka memang tidak perlu menatap langsung ke kartu. Mereka menyerap begitu saja semua informasi dengan sangat cepat, bagaikan spons menyerap air.

Lakukan permainan membaca ini secara konsisten. Program sederhana yang dilakukan secara konsisten dan menyenangkan akan lebih berhasil daripada program yang terlalu berat, membebani anda dan menyebabkan anda melakukannya sekali- sekali saja. Program yang sering dihentikan tidak akan efektif.

Untuk bisa menguasai materi dengan baik, anak anda perlu melihatnya berkali-kali. Kecintaannya terhadap aktivitas membaca diperoleh dari pengetahuan baru yang didapatkannya dan ini bisa dicapai melalui program yang dilakukan setiap hari. Anda akan melihat kegembiraan dan rasa percaya diri anak tumbuh setiap hari.

Gunakan bagian rumah yang paling sedikit terdapat benda-benda yang dapat mengalihkan perhatiannya, baik untuk penglihatan maupun pendengaran.

Pada akhir setiap permainan, katakan kepada anak anda bahwa dia sangat baik dan pintar. Katakan padanya bahwa anda sangat bangga padanya dan sangat mencintainya. Anda juga harus memeluknya dan menyatakan cinta anda kepadanya secara fisik dan demonstratif.

Sedikit mengenai abjad. Mengapa anak kita tidak dimulai dengan belajar abjad? Jawaban dari pertanyaan ini sangatlah penting.

Sudah menjadi prinsip dasar bahwa dalam seluruh pengajaran harus dimulai dari yang dikenal dan konkret. Dari sini, barulah berkembang ke hal-hal yang baru yang belum dikenal dan akhirnya kepada hal-hal yang abstrak.

Abjad "m", "a", "m", "a", adalah abstrak. Sedangkan kata "mama" adalah konkret.

Jika anda ingin mulai mengajar si buah hati membaca dengan lebih cepat, akan lebih mudah jika anda membeli peralatan yang siap pakai.

Bahan-Bahan Membuat Kreasi

Belajar Membaca : Seri Permainan Edukatif. Sebuah permainan edukatif yang murah meriah dapat kita buat sendiri dengan bahan yang tersedia di rumah atau meskipun kita harus beli, tidak membutuhkan biaya yang banyak. Tinggal kita menyiapkan waktu untuk membuat permainan edukatif ini yang sangat bagus untuk merangsang gerak motorik anak. Bahan-bahan yang dibutuhkan :
1.White board kecil atau tripleks bekas plafon yang mempunyai lapisan permukaan warna putih yang halus, kemudian kita gergaji menjadi bentuk segi empat kecil.

2.Magnet kecil, bisa dibeli atau bekas dari permainan anak yang sudah tidak terpakai atau bekas tempat pensil.

3.Spidol untuk white board atau marker

4.Mainan tempel, bisa menggunakan mainan yang biasa kita pasang pada pintu lemari es, mainan kecil dari bahan besi, atau plat besi kecil.

Memulai permainan :
1.Buatlah gambar baby flashcards yang menarik pada papan tripleks yang mempunyai permukaan warna putih dan halus, kalau bisa buat education card yang menarik agar anak tertarik.

2.Jangan lupa pada kartu belajar buat jalur-jalur. bisa saja dengan membuat jalan atau garis yang menghubungkan antara satu kartu anak dengan kids flashcards yang lainya, misal antara seekor binatang dengan makanan yang menjadi makanannya.

3.Letakkan mainan kecil seperti pada bahan-bahan baby flashcards nomor empat diatas permukaan papan education card yang halus.

4.Pegang magnet dibawah papan kartu belajar (dibalik papan) kemudian arahkan magnet tadi ke mainan kecil yang ada di permukaan. Gerak2kan magnet, sehingga mainan kartu anak tadi ikut bergerak.

5.Ajarkan pada anak cara memainkannya dan terangkan kenapa ini bisa terjadi.

6.Apabila anak sudah bosan dengan gambar kids flashcards yang ada, kita bisa membuat gambar yang lain, atau kalo ada gambar (poster) yang bagus kita bisa memasangkannya diatas papan tersebut.
belajarmembaca.com

Menciptakan Kondisi Belajar yang baik untuk Anak

Fun LearnigSebelum kita dapat menciptakan kondisi belajar yang baik bagi anak, ada beberapa hal yang kita perlu ketahui dari proses kerja otak pada saat belajar.
Sebelum kita dapat menciptakan kondisi belajar yang baik bagi anak, ada beberapa hal yang kita perlu ketahui dari proses kerja otak pada saat belajar. Proses kerja otak anak pada saat belajar adalah sebagai berikut :
Sebelum kita dapat menciptakan kondisi belajar yang baik bagi anak, ada beberapa hal yang kita perlu ketahui dari proses kerja otak pada saat belajar.
Sebelum kita dapat menciptakan kondisi belajar yang baik bagi anak, ada beberapa hal yang kita perlu ketahui dari proses kerja otak pada saat belajar. Proses kerja otak anak pada saat belajar adalah sebagai berikut :

Informasi masuk melalui batang Otak dalam bentuk data kasar, dan akan dinilai oleh sistem limbik.

Jika sistem limbic menilai tidak ada rasa takut, informasi akan langsung diteruskan ke korteks serebri untuk diolah (diperhalus dn diperjelas) aapa yang kita lihat, dengar atau alami. Amiglada , meupakan salh satu bagian limbic yang membentuk emosi yang sesuai dengan apa yang terjadi saat itu.

Jika tedapat rasa takut, informsi akan langsung ditangkap oleh Amiglada tanpa diolah lagi di korteks serebri, dan langsung diputuskan apakah akan melawan atau melarikan diri. Yang tampak secara kasat mata adalah, anak langsung meninggalkan kita atau, anak tetap dihadapan kita tapi tidak mau mengerjakan hal-hal yang kita minta. Inilah yang disebut dengan “downshifting” atau “ kondisi otak yang merosot” atau “kondisi otak yang tidak bisa bekerja”.

Jika Otak tidak bisa belajar Downshifting atau keadaan otak yang tidak bisa bekerja (baca: belajar) dapat terjadi karena anak-anak sangat tidak berdaya dan tidak mempunyai kemampuan untuk betanggung jawab atas dirinya dan pengalamannya. Konsekuensi dari semua itu anak menjadi mudah takut. Orang tua harus memahami dan dapat mengatur kegiatan anak agar tidak kelebihan stimulasi (Over Stimulated) dan tertekan.

Jika anak terlanjur mengalami Downshifting, kita bisa megatasinya dengan memangkas pelajaran sesuai kebutuhan dan kemampuan anak saat itu. Kita bisa memberikan keleluasaan pada anak untuk menentukan pilihan apa yang ingin mereka pelajari. Menyediakan lingkungan yang aman juda dapat membantu untuk mengatasi Downshifting.

Beberapa kondisi belajar yang dapat kita ciptakan untuk menghindarkan anak dari Downshifting,, diantaranya :

Orchestrated Immersion, yaitu menciptakan lingkungan belajar yang benar-benar mencelup anak ke dalam pengalaman edukatif. Misalnya, jika kita ingin anak belajar tentang hutan, kita dapat membawanya ke hutan wisata di sekitar rumah kita. Atau, hiaslah ruang belajar dengan gambar-gambar pohon besar, daun-daun kering yang dianyam lalu digantung supaya terkesan suasana hutan.

Relaxed alertness, yaitu mengusahakan sebuah keadaan di mana anak bisa “waspada tapi rileks”. Gunanya adalah untuk menghilangkan rasa takut anak, sambil menjaga lingkungan agar tetap menarik dan menantang.Misalnya, jika anak sama sekali tidak tahu tentang hutan, mereka cendrung merasa takut atau tidak tertarik. Untuk itu kita perlu memberikan kegiatan pendahuluan seperti membaca buku tenntang hutan, lalu mengatakan kepada mereka, “Kalau mau tahu leih banyak tentang hutan, yuk kita pergi melihat langsung kehutan !” Dengan kegiatan pendahuluan anak biasanya akan sangat tertaik untuk menyaksikan langsung semua yang merek ketahui tentang sebuah tema pelajaran.

Active processing, yakni kegiatan yang memungkinkan anak secara aktif melihat, mengkonsolidasi dn menginternalisasi informasi yang dating. Misalnya , setelah perjalanan ke hutan otak anak penuh dengan pengalaman tangan pertama (firsthand experience). Maka , ajak mereka menyusun segala sesuatu tentang hutan, benda yang dikumpulkan dari sana, foto-foto yang telah dicetak kedalam suatu file yang sengaja telah disiapkan. Ini adalah suatu usaha untuk menggabungkan informasi baru dnegan memori informasi yang sudah ada sebelumnya di otak , agar menjadi sebuah memori baru di dalam otak anak.

Anak belajar dengan berbagai cara Anak-anak dalam mempelajari sesuatu melalui berbagai cara, sebagai berikut:

•Anak belajar melaui inderanya

•Anak belajar sambil praktek langsung

•Anak belajar melalui bicara
•Anak belajar dengan gerak
•Anak belajar karena dimotivasi bukan utuk dipaksa
•Anak belajar sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat
•Anak belajar melalui penghargaan dengan penguat positif
•Anak belajar dengan meniru
•Anak belajar dengan cara mengulang-ngulang
•Anak belajar dengan “coba dan salah”
•Anak belajar melalui tantangan dan rangsangan yang diberikan
•Anak belajar melalui interaksi dengan teman (Peer-teaching)
•Anak belajar dalam lingkungan yang penuh cinta, kehangatan, rasa aman dan nyaman
•Anak belajar ketika kebutuhan fisiknya telah terpenuhi (tidak lapar, tidak mengantuk, atau dibawah tekanan, paksaan dan penjejalan
•Anak belajar mengembangkan dirinya secara utuh (potensi spiritual, emosi dan delapan aspek kecerdasan).

Kekuatan Pikiran dalam Pengasuhan Anak

Masa kecil adalah masa pembentukan konsep-konsep diri, citra diri, dan kecenderungan-kecenderungan pada manusia. Diakui atau tidak, perbedaan karakter, kebiasaan, selera, dan terlebih persepsi-persepsi kita tentang kehidupan dipengaruhi oleh masa kecil kita. Ajaibnya, semua itu dibentuk bukan lewat tutorial, melainkan diawali oleh pikiran dan persepsi orang tua atas anak-anaknya. Tak percaya?Sebuah buku berjudul Mind Power for Children yang ditulis oleh John Kehoe dan Nancy Fischer menjelaskan tentang hal tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami. Buku setebal 201 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Think Yogyakarta.

Persepsi kita terhadap anak-anak ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap cara kita memperlakukan mereka dan cara kita berbicara atau bersikap terhadap mereka, dan hal itu pun akan menular pada anak-anak tanpa kita sadari.

Bayangkan ketika kita sedang merasa kesal pada anak-anak saat mereka membuat gaduh. Wajah kita berubah kusut, suara kita menjadi sedikit tegang, dan mungkin meledak jika tak sempat terkontrol. Lalu apa yang mungkin dipikirkan anak-anak tentang kita dengan sikap tersebut? Yakinlah mereka pun akan merasakan ketidaknyamanan itu secara otomatis.

Pada bagian awal buku ini dikatakan, “Pikiran adalah kekuatan paling dahsyat. Begitu pula dalam dunia anak. Segala bentuk pikiran yang terlintas dalam pikiran mereka setiap hari akan mempengaruhi semua aspek kehidupan mereka. Sikap, pilihan, kepribadian dan siapa mereka sebagai individu, adalah produk dari pikiran-pikiran tersebut.”

Kekuatan Kata-Kata

Ketika kita sekolah dulu, mungkin pernah mendengar istilah diksi (pilihan kata). Ternyata, hal itu sangat penting diperhatikan dalam mengarahkan pikiran kita dan anak-anak.

Kata-kata adalah lukisan verbal dari pikiran dan perasaan. Kesan yang ditangkap anak-anak dari kata-kata yang kita ucapkan akan diolah sedemikian rupa oleh otak mereka.

Satu hal yang menarik, anak-anak ternyata akan lebih fokus pada kata terakhir yang mereka dengar daripada uraian kata di awal kalimat, betapapun penting dan panjangnya kata-kata pada awal kalimat tersebut.

Beberapa waktu lalu kami sekeluarga pergi mengunjungi kerabat di Jakarta. Di dalam bis kami lihat seorang ibu menggendong anaknya yang masih berusia kurang lebih satu tahun. Anak itu nampak manis dalam gendongan ibunya, sampai kemudian sang ibu berkata pada anaknya, “Ade, jangan rewel ya, jangan nangis!” Ajaibnya, tak lama kemudian anak itu malah merengek-rengek dan bahkan menangis keras tanpa alasan yang jelas.

Saya dan suami senyum-senyum. Ya, teori tentang efek kata terakhir pada anak ternyata benar-benar terbukti. Kalimat yang diucapkan si ibu adalah kalimat negatif, “Jangan rewel!” namun kesan paling dalam yang didengar anak ternyata terletak pada kata terakhir yaitu ‘rewel”.

Lawan dari kalimat negatif adalah kalimat positif. Mempergunakan kalimat positif akan mengarahkan pikiran kita pada apa yang kita inginkan, sedangkan kalimat negatif mengarahkan pikiran pada apa yang tidak kita inginkan.

Misalnya kalimat, “Saya tak mau gagal lagi.” Itu adalah kalimat negatif yang lebih mungkin dipersepsi pikiran kita menjadi “gagal lagi”. Namun sesungguhnya kalimat itu bisa berubah postif jika pilihan kata yang kita gunakan adalah, “Kali ini saya akan berhasil”.

Mengajarkan Pikiran Positif pada Anak

Melatih anak untuk berpikir positif juga diawali dengan melatih mereka untuk mempergunakan kalimat positif dan menghindari kalimat negatif.

Bagaimana menjelaskan tentang perbedaan pikiran negatif dan positif pada anak-anak menurut penulis buku ini adalah dengan membuat perumpamaan. Pikiran itu ibarat taman. Pikiran positif itu adalah bunga yang membuat kita senang ketika melihatnya, sedangkan pikiran negatif adalah rumput liar yang membuat bunga terlihat kacau dan kita yang melihatnya merasa terganggu. Supaya bunga tumbuh dengan baik, maka sesering mungkin kita harus menyingkirkan rumput liar yang ada di sekelilingnya.

Kekuatan Afirmasi

Beragam hal dalam kehidupan anak-anak terkait pertemanan, persepsi diri, kemampuan-kemampuan intelektual, ataupun optimisme pribadi erat hubungannya dengan bagaimana mereka memikirkan itu semua.

Afirmasi adalah cara paling mudah untuk mengarahkan pikiran dan bahkan keadaan yang negatif menjadi positif. Sebuah penggalan cerita berikut akan menjelaskan hal itu:

Ketika Charles, anak laki-lakiku sakit, ia pergi ke dokter karena kutil yang sangat sakit, berakar di dalam kakinya. Dia dijadwalkan akan diobati dengan mencabut kutil itu seminggu kemudian. Tetapi ketika hari itu tiba, Charles mengatakan kepadaku bahwa kutil itu hampir hilang. Ketika mengeceknya. aku melihat memang benar demikian dan meminta dokter agar membatalkan janjinya. Ketika aku bertanya kepada Charles apa yang telah dia lakukan, dia mengatakan kepadaku bahwa setiap pagi dia melihat kakinya dan berkata, “kakiku bertambah baik dan baik setiap hari.” Dia telah menggunakan teknik afirmasi untuk menyembuhkan penyakitnya.

Anda boleh percaya, boleh juga tidak. Namun tak ada salahnya kan menyimak buku ini, untuk menyumbangkan suplemen positif bagi pikiran kita.

Mengintip Kecerdasan Anak Sejak Dini

Apakah si Upik yang sudah pandai bicara dan berhitung di usia 2 tahun bisa dibilang anak cerdas? Bagaimana dengan anak yang telah lancar membaca di usia 4 tahun, layakkah disebut cerdas?Inteligensi yang tinggi seringkali dikaitkan dengan orang yang punya kemampuan secerdas Albert Einstein. Padahal, hingga saat ini belum ada ahli yang bisa merumuskan definisi kecerdasan dengan tepat.
Meski belum ada definisi pasti mengenai kecerdasan, menurut psikolog Roslina Verauli, M.Psi, secara umum kecerdasan merupakan kapasitas yang dimiliki individu sehingga memungkinkan ia untuk belajar, bernalar, dan memecahkan masalah serta melakukan tugas-tugas kognitif tingkat tinggi lainnya.
Apa saja tugas-tugas kognitif tingkat tinggi itu? “Kemampuan berbahasa, daya ingat yang baik, mampu memecahkan masalah, serta kemampuan berpikir kritis atau menalar,” kata psikolog yang akrab disapa Vera ini.
Tentu saja, kecerdasan pada bayi usia di atas lima tahun tidak sama dengan kecerdasan pada balita. Pada usia bayi, kecerdasannya masih seputar perkembangan kemampuan motorik dan bahasa. Sedangkan pada usia balita, kemampuan ini berkembang menjadi kemampuan motorik kasar, motorik halus, bahasa, hingga kemampuan personal dan sosial. Bila anak menunjukkan kemampuan yang melebihi anak seusianya, dapat dikatakan ia memiliki kapasitas belajar yang baik alias cerdas.
Kecerdasan pada anak bisa dideteksi sejak dini, bahkan sejak ia baru lahir. Untuk mengukurnya, orangtua perlu memahami status perkembangan yang normal pada bayi dan balita. Misalnya saja pada usia 6 bulan, bayi seharusnya mampu belajar duduk dan bisa memegang benda kecil atau makan kue yang diberikan.
Atau anak usia dua tahun seharusnya sudah mulai berkomunikasi dengan kata-kata, serta penuh rasa ingin tahu. “Orangtua harus peka dan bisa mendeteksi sejauh mana perkembangan kemampuan anaknya. Kalau ada keterlambatan, langsung diwaspadai apakah tumbuh kembangnya terhambat atau memang orangtua kurang menstimulasi,” kata Vera.
Sebagai pedoman, ada beberapa tahap perkembangan yang dianggap normal dalam arti sudah bisa dikuasai oleh anak pada usia tertentu.

0-3 bulan:
Hanya menampilkan respons refleks atas stimulus. Bahasa yang dikuasai hanyalah berupa tangisan.

4 bulan:
Mulai memiliki kontrol atas tubuhnya sendiri dan menunjukkan awal mula kemampuan motorik halus. Mulai mampu merespons secara sosial dengan senyuman dan bunyi-bunyian.

6 bulan:
Mulai belajar duduk dan merangkak. Sudah memiliki kemampuan mengontrol gerakan tangan sehingga mampu memegang benda kecil atau makan kue yang diberikan. Bahkan sudah memiliki kemampuan koordinasi mata dan tangan untuk menggapai benda.

9 bulan:
Sudah mulai mampu menggunakna jari jemarinya untuk makan sendiri. Mulai mencoba merangkak dan berdiri. Mencoba menggunakan kata atau suku kata sederhana.

12 bulan (tahun pertama):
Terlihat perkembangan yang cukup pesat pada anak dan ia mulai menunjukkan kemampuan menguasai berbagai hal.

Tahun ke-2:
Mulai independent, senang mengeksplorasi, penuh rasa ingin tahu, mencoba berbagai kemampuan baru, berkomunikasi dengan kata-kata, mencoba memahami sebab-akibat melalui kemampuan motorik, dan menguasai proses belajar dalam arti yang sesungguhnya.

Tahun ke-3:
Anak sudah menunjukkan penguasaan yang jauh lebih baik pada berbagai alat untuk belajar, seperti bahasa, ingatan, kemampuan motor, dan perasaan tentang dirinya sendiri.

Tahun ke-4 dan ke-5:
Kemampuan belajar anak jauh lebih berkembang sehingga memungkinkan ia menerima proses belajar secara formal.