er Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

Gerak Motorik Dominan

Masih sangat wajar, jika anak-anak pra TK ini lebih suka bermain ayunan dari pada bermain dikelas. Bagi mereka, benda-benda yang bisa berputar-putar dan mengayun-ayunkan tubuh mereka itu sangat menggairahkan. Akan lebih baik jika 50-75% waktu bermain mereka dalam sehari di play group dan di rumah dihabiskan dengan bermain seperti ini. Guru dan orang tua yang kreatif, akan memadukan materi pembelajaran dengan kegiatan motorik ini.

Mengenai konsep hitung, mengenal warna hingga penegnalan doa, semua bisa dilakukan sambil berayun-ayun, berlarian, atau sambil duduk santai di halamn rumput yang luas, bukan?. Dominannya motorik kasar ini pun membuat ruang gerak anak menjadi luas. Mereka butuh berlarian kesana kemari, butuh ruang lebar untuk menyebar mainannyadi karpet, bahkan juga untuk bermain petak umpet bersam teman, ayah ibu maupun gurunya.

Sayangnya, lebih banyak play group yang ternyata hanya memiliki ruang ‘kelas bermain’ tak lebih dari 3x3 meter persegi, itupun untuk 10 0rang siswa. Halamannya pun seadanya, sehingga anak harus berdesakan untuk bermain. Kalau mereka ingin berlarian, kerap harus bertabrakan dengan teman. Akibatnya, guru terpaksa melarang anak untuk berlarian, padahal itu berarti menghambat perkembangan motorik anak itu sendiri.

Kemampuan Dasar Anak Usia TK

Ditinjau dari sudut psikologi perkembangan, masa anak dapat dibagi menjadi
a) masa bayi,
b) masa anak pra-sekolah,
c) masa anak sekolah,
d) masa remaja.
Perbedaan perkembangan individu sebenarnya disebabkan oleh faktor pembawaan, pengalaman-pengalaman dalam lingkungan, perjalanan hidup, serta faktor-faktor agama, iklim, sosiologi, ekonomi dan sebagainya.Menurut Montesorri, gevoelige periode yaitu saat permulaan perkembangan anak mulai dari lahir hingga umur 3-4 tahun yang lebih banyak dipengaruhi oleh “insting” semata. Saat inilah permulaan terbukanya jiwa kanak-kanak untuk menerima pengaruh-pengaruh dari luar melalui pancaindranya secara luar biasa.
Menurut Ki Hadjar Dewantoro mulai umur + 3,5 tahun akan terlihat permulaan diferensiasi jiwa kanak-kanak, dari sifatnya yang “kompleks” akan menjadi “tri sakti”: pikiran, rasa, dan kemauan.

Beberapa gejala yang muncul saat masa pubertas pertama adalah:
(a) Gejala krisis,
(b) Gejala egosentris,
(c) Gejala eksplorasi,
(d) Gejala meniru,
(e) Gejala bermain,
(f) Gejala masa peka.

Setiap fungsi mempunyai masa peka tersendiri, misalnya masa peka untuk menggambar adalah tahun ke-5, masa peka untuk berjalan adalah tahun ke-2, masa peka untuk perkembangan ingatan logis adalah tahun ke-12 dan ke-13.
Kematangan fungsi-fungsi perkembangan dalam diri anak tidak sama kecepatannya pada setiap anak dan berlangsung tidak pada kurun waktu yang tepat. Ada anak yang lebih cepat perkembangannya, namun ada pula anak yang lambat. Perbedaan tadi disebabkan oleh faktor endogin dan eksogin.
Tugas-tugas perkembangan yang dilakukan seorang anak berhubungan dengan kompetensi atau kemampuan generik dalam dirinya yang diharapkan dapat berkembang wajar secara bertahap sesuai perkembangan usia mentalnya.

Berbagai fungsi perkembangan dan kemampuan dasar/generik dalam diri anak, khususnya usia TK antara lain
(a) perkembangan fisik,
(b) perkembangan intelek,
(c) perkembangan emosi,
(d) perkembangan persepsi,
(e) perkembangan estetik, perkembangan sosial,
(f) perkembangan kreativitas.

Karakteristik Seni Rupa Anak
1.Karya seni anak bersifat alamiah karena setiap anak sesungguhnya memiliki bakat alamiah yang berbeda-beda.

2.Karya seni anak bersifat ekspresif karena karya rupa mereka umumnya merupakan suatu ungkapan yang kuat, spontan, jujur, langsung dan berangkat dari dalam dirinya.

3.Karya seni anak bersifat dinamis, artinya karya mereka umumnya mengesankan sesuatu yang bergerak terus seirama dengan gejolak emosi dan perasaannya.

4.Banyak tokoh yang mengutarakan pembagian tahap perkembangan (periodisasi) ungkapan ekspresi seni anak dengan batasan usia dan peristilahan yang berbeda-beda. Tokoh-tokoh tersebut antara lain Victor Lowenfeld dan Brittain, Rhoda Kellogg dan Scott, serta Lansing.

5.Karakteristik gambar anak usia TK menurut Lowenfeld termasuk dalam tahap coreng-moreng. Walaupun ungkapan visual mereka masih sangat sederhana namun sesungguhnya dari perkembangan usia anak dapat dikenali perbedaan masa awal coreng-moreng dengan perkembangan coreng-moreng berikutnya.

6.Karakteristik gambar anak masa coreng-moreng awal: usia sekitar 1-2 tahun anak mulai dapat mencoret dengan krayon atau pensil. Namun karya mereka belum dapat dikatakan suatu karya seni rupa, lebih menampilkan garis-garis panjang, pendek, melingkar, zig-zag yang tak beraturan.

7.Karakteristik gambar anak masa coreng-moreng lanjut: usia 2-3 tahun anak telah mulai mengontrol goresan-goresannya dan bahkan telah memberi nama gambar-gambar yang mereka buat walau terkadang orang dewasa masih sulit mengenali bentuknya.

8.Karakteristik gambar Anak usia TK masa pra-bagan: goresan-goresannya sudah mulai terkontrol, objek gambar sudah bermakna namun hubungan satu dan lainnya belum jelas, warna masih bersifat subjektif dan tidak sesuai dengan realitas, belum mengenal garis dasar.

9.Fungsi menggambar pada anak-anak hakikatnya adalah kegiatan bermain, sarana komunikasi, sarana ekspresi (kebebasan emosi), sarana relaksasi dan sarana terapi.

10.Di dalam pembinaan seni rupa ada dua aspek perkembangan yang menjadi sasarannya yaitu a) Pembinaan yang ditujukan kepada kepandaian atau keahlian, b) Pembinaan yang ditujukan kepada pembentukan pribadi.

11.Tujuan kegiatan menggambar di TK adalah mengembangkan kepekaan indriawi, khususnya indera penglihatan, kepekaan artistik, keterampilan motorik dan daya imajinasi anak.

12.Karakteristik gambar anak-anak berbeda dengan gambar buatan orang dewasa. Hal ini perlu diperhatikan ketika seorang guru akan merancang kegiatan menggambar di TK dan melakukan penilaian terhadap hasil karya anak.

13.Bagi anak usia TK yang lebih dipentingkan adalah keberanian, kreativitas dan spontanitas dalam mengekspresikan gambarnya, bukan keindahan atau kerapiannya.

14.Alternatif kegiatan seni rupa anak di TK yang memiliki karakteristik ungkapan visual yang beragam, antara lain: melukis jari, membentuk dengan bahan lunak, mencetak, merobek-mengelem-melekat, melukis dengan bulu dan sebagainya.

Sumber buku Metode Pengembangan Seni Karya Pekerti, Widia dkk.

Metode Pengajaran Anak TK

dalam pengajaran di Taman Kanak-kanak (TK), seorang guru TK perlu memperhatikan tujuan program belajar dan ruang lingkup kegiatan belajar anak TK. Guru harus paham betul karakteristik anak TK, sehingga bisa mencari solusi ketika harus meneliti di kelasnya sendiri dalam rangka menemukan potensi unik anak didiknya.
Tujuan program kegiatan belajar TK adalah membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan keterampilan, dan daya cipta anak didik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Sedangkan ruang lingkup program kegiatan belajar TK meliputi pembentukan perilaku melalui pembiasaan dalam pengembangan moral pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi, dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan yang dipersiapkan oleh guru meliputi pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan, dan jasmani. Untuk mencapai tujuan itu, perlu digunakan metode pengajaran yang sesuai bagi pendidikan anak TK.

Ada hal penting yang harus dikuasai oleh guru TK agar dapat memahami kemampuan unik anak didiknya. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh anak yang mengalami perkembangan seusia TK adalah sebagai berikut:
1.Berkembang menjadi pribadi yang mandiri
2.Belajar memberi, berbagi, dan memperoleh kasih sayang
3.Belajar bergaul dengan anak lain
4.Mengembangkan pengendalian diri
5.Belajar bermacam-macam peran orang dalam masyarakat
6.Belajar untuk mengenal tubuh masing-masing
7.Belajar menguasai keterampilan motorik halus dan kasar
8.Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikannya
9.Belajar menguasai kata-kata baru untuk memahami orang/anak lainnya
10.Mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan

Kesepuluh kemampuan dasar itulah yang harus sudah ditanamkan pada anak usia TK. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai metode pengajaran atau pembelajaran agar apa yang direncanakan guru dapat membantu anak menguasai dasar kemampuan di atas. Metode atau cara yang digunakan dalam pembelajaran itu antara lain menggunakan:
1.Metode bermain anak TK
2.Metode karyawisata anak TK
3.Metode bercakap-cakap anak TK
4.Metode demonstrasi bagi anak TK
5.Metode Proyek bagi anak TK
6.Metode bercerita bagi anak TK
7.Metode pemberian tugas bagi anak TK

Ketujuh metode itu biasa digunakan dalam metode pengajaran di taman kanak-kanak. Bila ingin mendalami lebih tentang metode pembelajaran di taman kanak-kanak, baca bukunya yaitu buku metode pengajaran di taman kanak-kanak karangan Dra. Moeslichatoen R, M.Pd (2004) dengan penerbit Rineka Cipta . Sangat menarik dan membuat kita menjadi lebih tahu bahwa tidak mudah menjadi guru. Apalagi guru TK yang harus sabar dan menyayangi anak-anak. Selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya, yaitu salam, senyum, sapa, syukur, dan sabar.

Kemajuan Besar Perkembangan Anak

Anak-anak usia balita (bawah lima tahun) biasanya selalu mengejutkan para orang tua dengan perkembangan alamiah mereka yang menakjubkan, yang bisa berlangsung dalam waktu singkat dan tak terduga. Perbedaan usia yang hanya satu atau dua bulan saja bisa memberikan perbedaan kemampuan yang cukup besar.

Dalam sebulan saja, anak yang semula cengeng bisa berubah menjadi mandiri. Dari yang masih cedal bisa berubah menjadi fasih bicara. Dari yang pemalu bisa berubah menjadi pemberani. Itu sebabnya, kemampuan anak-anak usia ini belum bisa disamakan kemampuan siswa TK A. karena nyatanya usia mereka berbeda setidaknya dengan rentang waktu satu tahun, atau sama dengan dua belas bulan. Sebuah perbedaan yang amat besar dilihat dari proses perkembangan seorang anak usia balita.

Pra TK dan TK, Serupa tapi Tak Sama

Fina , letakan mainanmu sayang. Tangan dilipat di atas meja. Ayo kakinya rapat, kepala tundukan, kita mau berdoa,” seoarang guru kelompok bermain(playgroup) mengingatkan salah seorang murid yang masih sibuk dengan kartu-kartu mainan di tangannya. Sementara sebagian besar anak sudah duduk rapi di bangku masing-masing. Mainannya diletakan dulu, nanti Allah marah. Lho!” suara bu guru agak meninggi. Tetapi yang diperingatkan hanya menoleh sebentar kepada bu guru untuk kemudian asik kembali dengan mainan barunya. Bu guru pun mendekati Fina dan berkata, “sudah sekolah, tidak boleh main terus, sekarang kita mau belajar, mainannya di bawa bu guru ya,” si kecil Fina merengut ketika ibu guru memaksa mengambil kartu-kartunya. Sebagai tanda protes, ia pun menendang-nendangkan kakinya kepada teman sebelah. Melihat itu bu guru menimpali, “kita tidak bisa mulai belajar kalau kaki Fina belum rapat dan rapi di bawah meja. Tangannya diatas meja, sayang,” kata Bu Guru lagi.

Akhirnya, terlewat hampir lima belas menit hanya untuk menunggu Fina agar bisa duduk rapi untuk mengucap doa. Peristiwa seperti ini, banyak terjadi di berbagai kelas play group yang kini hampir sama banyaknya dengan taman kanak-kanak di mana-mana. Meningkatnya minat masyarakat untuk memasukan putra-putrinya kesekolah sedini mungkin, ditanggapi dengan antusias para pengelola pendidikan untuk membuka kelas-kelas bermain ini, namun sayangnya kurang diimbangi dengan pengetahuan yang benar tentang dunia pendidikan pra TK tersebut.

Akibatnya, banyak guru play group yang menyamaratakan jenjang ini dengan jenjang TK A, dengan hanya mengurangi sedikit beban kurikulumnya. Guru meminta anak untuk bisa duduk rapi seharian di dalam kelas, diberi pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan, yang belum seharusnya diterima oleh anak-anak usia pra-TK bahkan usia TK sekalipun yang dunia utamanya bermain.

Model Pembelajaran Pra TK (3 th-an)

* 50-75 % waktu belajarnya diserasikan dengan kegiatan dan permainan motorik
* Ruang gerak luas, cukup untuk berlarian dan berlompatan
* Jarak pandang dekat, hanya 2-3 meter
* Obyek pandang harus berukuran besar dan mencolok
* Berkomunikasi dengan menatap langsung mata anak
* Dengarkan dan tanggapi celotehan anak
* Pembelajaran sedetik yang di ulang-ulang sudah cukup
* Jangan bertanya untuk mengetes kemampuan anak