Pengertian dan Tugas Murid
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, murid berarti orang (anak yang sedang berguru (belajar, bersekolah).[1] Sedangkan menurut Prof. Dr. Shafique Ali Khan, murid (pelajar) adalah orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.[2]
Murid atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Di dalam proses belajar-mengajar, murid sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Murid akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.
Murid atau anak adalah pribadi yang “unik” yang mempunyai potensi dan mengalami proses berkembang. Dalam proses berkembang itu anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain.[3]
Dalam proses belajar-mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah murid/anak didik, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat atau fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan/karakteristik murid. Itulah sebabnya murid atau anak didik adalah merupakan subjek belajar.
Dengan demikian, tidak tepat kalau dikatakan bahwa murid atau anak didik itu sebagai objek (dalam proses belajar-mengajar). Memang dalam berbagai statment dikatakan bahwa murid/anak didik dalam proses belajar-mengajar sebagai kelompok manusia yang belum dewasa dalam artian jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, memerlukan pembinaaan, pembimbingan dan pendidikan serta usaha orang lain yang dipandang dewasa, agar anak didik dapat mencapai tingkat kedewasaanya. Hal ini dimaksudkan agar anak didik kelak dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, warga negara, warga masyarakat dan pribadi yang bertanggung jawab.
Pernyataan mengenai anak didik sebagai kelompok yang belum dewasa itu, bukan berarti bahwa anak didik itu sebagai makhluk yang lemah, tanpa memiliki potensi dan kemampuan. Anak didik secara kodrati telah memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan atau talent tertentu. Hanya yang jelas murid itu belum mencapai tingkat optimal dalam mengembangkan talent atau potensi dan kemampuannya. Oleh karena itu, lebih tepat kalau siswa dikatakan sebagai subjek dalam proses belajar-mengajar, sehingga murid/anak didik disebut sebagai subjek belajar.
Tugas Murid
Selain guru, murid pun mempunyai tugas untuk menjaga hubungan baik dengan guru maupun dengan sesama temannya dan untuk senantiasa meningkatkan keefektifan belajar bagi kepentingan dirinya sendiri. Adapun tugas tersebut ditinjau dari berbagai aspek yaitu aspek yang berhubungan dengan belajar, aspek yang berhubungan dengan bimbingan, dan aspek yang berhubungan dengan administrasi.
1. Aspek yang berhubungan dengan belajar
Kesalahan-kesalahan dalam belajar sering dilakukan murid, bukan saja karena ketidaktahuannya, tetapi juga disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaannya yang salah. Adalah menjadi tugas murid untuk belajar baik yang menghindari atau mengubah cara-cara yang salah itu agar tercapai hasil belajar yang maksimal.
Hal-hal yang harus diperhatikan murid agar belajar menjadi efektif dan produktif, di antaranya:
•Murid harus menyadari sepenuhnya akan arah dan tujuan belajarnya, sehingga ia senantiasa siap siaga untuk menerima dan mencernakan bahan. Jadi bukan belajar asal belajar saja.
•Murid harus memiliki motif yang murni (intrinsik atau niat). Niat yang benar adalah “karena Allah”, bukan karena sesuatu yang ekstrinsik, sehingga terdapat keikhlasan dalam belajar. Untuk itulah mengapa belajar harus dimulai dengan mengucapkan basmalah.
•Harus belajar dengan “kepala penuh”, artinya murid memiliki pengetahuan dan pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya (apersepsi), sehingga memudahkan dirinya untuk menerima sesuatu yang baru.
•Murid harus menyadari bahwa belajar bukan semata-mata mengahafal. Di dalamnya juga terdapat penggunaan daya-daya mental lainnya yang harus dikembangkan sehingga memungkinkan dirinya memperoleh pengalaman-pengalaman baru dan mampu memecahkan berbagai masalah.
•Harus senantiasa memusatkan perhatian (konsentrasi pikiran) terhadap apa yang sedang dipelajari dan berusaha menjauhkan hal-hal yang mengganggu konsentrasi sehingga terbina suasana ketertiban dan keamanan belajar bersama dan/atau sendiri.
•Harus memiliki rencana belajar yang jelas, sehingga terhindar dari perbuatan belajar yang “insidental”. Jadi belajar harus merupakan suatu kebutuhan dan kebiasaan yang teratur, bukan “seenaknya” saja.
•Murid harus memandang bahwa semua ilmu (bidang studi) itu sama penting bagi dirinya, sehingga semua bidang studi dipelajarinya dengan sungguh-sungguh. Memang mungkin saja ada “beberapa” bidang studi yang ia “senangi”, namun hal itu tidak berarti bahwa ia dapat mengabaikan bidang studi yang lainnya.
•Jangan melalaikan waktu belajar dengan membuang-buang waktu atau bersantai-santai. Gunakan waktu seefesien mungkin dan hanya bersantai sekadar melepaskan lelah atau mengendorkan uraf saraf yang telah tegang dengan berekreasi.
•Harus dapat bekerja sama dengan kelompok/kelas untuk mendapatkan sesuatu atau memperoleh pengalaman baru dan harus teguh bekerja sendiri dalam membuktikan keberhasilan belajar, sehingga ia tahu benar akan batas-batas kemampuannya. Meniru, mencontoh atau menyontek pada waktu mengikuti suatu tes merupakan perbuatan tercela dan merendahkan “martabat” dirinya sebagai murid.
•Selama mengikuti pelajaran atau diskusi dalam kelompok/kelas, harus menunjukkan partisipasi aktif dengan jalan bertanya atau mengeluarkan pendapat, bila diperlukan.
2. Aspek yang Berhubungan dengan Bimbingan
Semua murid harus mendapat bimbingan, tetapi tidak semua murid khususnya yang bermasalah, mempergunakan haknya untuk memperoleh bimbingan khusus. Hal itu mungkin disebabkan oleh karena berbagai “perasaan” yang menyelimuti murid, atau karena ketidaktahuannya, dan mungkin juga disebabkan oleh karena guru/sekolah tidak membuka kesempatan untuk itu, dengan berbagai alasan.
Guru berkewajiban memperhatikan masalah ini dan menjelaskan serta memberi peluang kepada murid untuk memperoleh bimbingan dan penyuluhan. Jika hal itu telah disampaikan guru dengan lurus dan benar, maka menjadi tugas muridlah kini untuk mempergunakan hak-haknya dalam mendapatkan bimbingan/penyuluhan.
Kesadaran murid akan guna bimbingan belajar serta bimbingan dalam bersikap, agar dirinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta melaksanakan sikap-sikap yang sesuai dengan ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari, amat diharapkan. Dan untuk itu, maka menjadi tugas muridlah untuk berpartisipasi secara aktif, sehingga bimbingan itu dapat dilaksanakan secara efektif. Keikutsertaan itu dibuktikan, di antaranya dengan:
•Murid harus menyediakan dan merelakan diri untuk dibimbing, sehingga ia memahami akan potensi dan kemampuan dirinya dalam belajar dan bersikap. Kesedian itu dinyatakan dengan kepatuhan dan perasaan senang jika dipanggil atau memperoleh kesempatan untuk mendapat bimbingan khusus.
•Menaruh kepercayaan kepada pembimbing dan menjawab setiap pertanyaan dengan sebenarnya dan sejujurnya. Demikian pula dalam mengisi “lembaran isian” untuk data bimbingan.
•Secara jujur dan ikhlas mau menyampaikan dan menjelaskan berbagai masalah yang diderita atau dialaminya, baik ketika ia ditanya maupun atas kemauannya sendiri, dalam rangka mencari pemecahan atau memilih jalan keluar untuk mengatasinya.
•Berani dan berkemauan untuk mengekspresikan atau mengungkapkan segala perasaan dan latar belakang masalah yang dihadapinya, sehingga memudahkan dan memperlancar proses penyuluhan.
•Menyadari dan menginsafi akan tanggung jawab terhadap dirinya untuk memecahkan masalah/memperbaiki sikap dengan tenaganya sendiri, sehingga semua perbuatannya menjadi sesuai dan selaras dengan ajaran Islam.
3. Aspek yang Berhubungan dengan Administrasi
Aspek ini berkenaan dengan keturutsertaan murid dalam pengelolaan ketertiban, keamanan dan pemenuhan kewajiban administratif, sehingga memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan pengajaran serta keberhasilan belajar itu sendiri. Tugas murid sehubungan dengan aspek administrasi, meliputi:
a. Tugas dan kewajiban terhadap sekolah, yaitu:
1.Menaati tata tertib sekolah.
2.Membayar SPP dan segala sesuatu yang dibebankan sekolah kepadanya, sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3.Turut membina suasana sekolah yang aman, tertib dan tenteram, di mana suasana keagamaan menjadi dominan.
4.Menjaga nama baik sekolah di manapun ia berada dan menjadi “kebanggaan” baginya mendapat kesempatan belajar pada sekolah yang bersangkutan.
b. Tugas dan kewajiban terhadap kelas, yaitu:
1.Senantiasa menjaga kebersihan kelas dan lingkungannya.
2.Memelihara keamanan dan ketertiban kelas sehingga suasana belajar menjadi aman, tenteram dan nyaman.
3.Melakukan kerja sama yang baik dengan teman sekelasnya dalam berbagai urusan dan kepentingan kelas serta segala sesuatunya dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat.
4.Memelihara dan mengembangkan semangat dan solidaritas, kesatuan dan kebanggaan, suasana keagamaan dalam kelas, sehingga memberi peluang untuk mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dan berlomba-lomba untuk kebaikan.
c. Tugas dan kewajiban terhadap kelompok, yaitu:
1.Membentuk kelompok belajar bersama untuk memperoleh berbagai pemahaman dan pengalaman dalam mempelajari bahan pelajaran melalui penelaahan dan diskusi kelompok.
2.Mengembangkan pola sikap keagamaan dan mempergunakan waktu senggang untuk belajar bersama, bersilaturrahmi dengan keluarga dan anggota kelompoknya dan saling membantu, serta melakukan berbagai kegiatan yang bersifat rekreatif, sehingga terwujud rasa ukhwah Islamiah di antara mereka.
3.Memelihara semangat dan soladaritas kelompok, saling mempercayai dan saling menghargai akan kemampuan masing-masing anggota kelompok, sehingga belajar menjadi lebih terarah dan bermakna bagi diri masing-masing.
_________________________
[1]Dep. Pend. Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, h. 601.
[2]Shafique Ali Khan, Filsafat Pendidikan Al-Ghazali, Pustaka Setia, Bandung, 2005, h. 62
[3]Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995, h. 268.
0 komentar:
Posting Komentar