er Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

Profesi Keguruan

Profesi
Pengertian menurut Terminologi : suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental
Pengertian menurut Etimologi : Prefesion (ahli dan mampu dalam melaksanakan pekerjaan tertentu)

Tiga Pilar Profesi :
1. Pengetahuan
2. Keahlian
3. Persiapan akademik

10 Kompetensi Guru yaitu :
1. Menguasai bahan
2. Mengelola kelas
3. Menggunakan Media
4. Menguasai landasan kependidikan
5. Mengelola interaksi belajar mengajar
6. Menilai prestasi siswa untuk pengajaran
7. Menilai prestasi siswa untuk pengajaran
8. Mengelola bimbingan dan penyuluhan
9. Mengenal dan mampu menyelenggarakan administrasi sekolah
10. Menguasai prinsip-prinsip penelitian untuk pengajaran
Kompetensi, adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh Guru atau Dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Standar Guru

Standar 1: Perencanaan
Guru memahami dan mampu merencanakan instruksi untuk murid belajar, menyesuaikan instruksi dalam kaitannya dengan pembelajaran yang berkelanjutan, dan tindak lanjut pembelajaran siswa.


Standar 2: menginstruksikan
Guru memberikan kesempatan belajar yang menciptakan keterlibatan aktif dan hormat di antara peserta didik dan antara peserta didik dan guru.

Standar 3: Menilai
Guru mengenali pentingnya dan mampu mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi tentang belajar dan kinerja dalam rangka untuk memastikan intelektual yang berkesinambungan dan pembangunan sosial dari setiap siswa. Guru menggunakan pengetahuan tentang kinerja murid untuk membuat keputusan tentang masa depan dan perencanaan dan pengajaran "in situ" dan untuk masa depan.

Standar 4: Identity dan pengaturan
Guru memahami pentingnya yang pembelajar dan bagaimana komunitas mereka, bentuk warisan dan tujuan belajar dan harapan mereka belajar. Guru mengenali pentingnya sosio-budaya dan setting sosial politik - di rumah, komunitas, tempat kerja dan sekolah - yang memberikan kontribusi untuk menciptakan identitas dan karena itu pengaruh pembelajaran.

Standar 5: Bahasa
Guru memahami dan menyadari pentingnya struktur dan fungsi bahasa.

Standar 6: Belajar
Guru memahami dan menumbuhkan proses belajar formal dan non-formal pengaturan. Untuk itu, guru memahami karakteristik bahasa dan bahasa tempat bermain dalam belajar bahasa dan membantu peserta didik memahami bahasa apa dan bagaimana belajar bahasa bekerja.

Standar 7: Konten
Guru memahami dan mengakui pentingnya hubungan antara konsep, prosedur, dan aplikasi dari bidang konten yang relevan dengan peserta didik dalam memajukan kemampuan bahasa mereka. Guru dapat memahami isi sendiri, dapat bekerja sama dengan spesialis bidang konten, atau mungkin mengidentifikasi strategi yang tepat untuk membantu para pelajar menemukan konten sendiri.

Standar 8: Mengembangkan Profesionalisme
Guru memahami sifat EFL pengajaran sebagai bagian dari dan dalam hubungannya dengan masyarakat luas, komunitas pengajaran yang lebih luas, dan komunitas pengajaran bahasa Inggris profesional.

Peran Guru

PENGENDALI yang bertanggung jawab atas kelas dan kegiatan
PENGORGANISIR mengorganisir siswa untuk melakukan berbagai kegiatan
Assessor menawarkan umpan balik & koreksi & grading dengan berbagai cara
Pembisik membantu / mendorong siswa untuk bekerja secara kreatif tidak merendahkan
PARTISIPASI bergabung dengan siswa dalam kegiatan
RESOURCE membantu dan tersedia tetapi tidak memberikan secara langsung
TUTOR membantu siswa dalam hubungan yang lebih dekat
PENGAMAT mengamati siswa, materi, dan kegiatan
YANG BERPERAN? Tergantung pada tujuan


Guru bertindak sebagai pengendali
Buat Lingkaran
bicarakan kapada siswa tentang sesuatu
Atur latihan
Contoh kualitas guru-didepan kelas
Memutuskan kapan pengumuman disampaikan
Memutuskan kapan untuk dikembalikan
Memutuskan kapan diberikan penjelasan
Memutuskan kapan guru memimpin dan menjawab pertanyaan sesi
Guru sebagai organisator
Memberikan informasi siswa
Mengatakan kepada mereka bagaimana mereka akan melakukan kegiatan
Menempatkan mereka dalam pasangan atau kelompok
Dapatkan siswa terlibat, terlibat, dan siap
Melakukan kegiatan
Mendapatkan umpan balik dari siswa mengenai aktivitas apakah mereka suka atau tidak
Guru sebagai penilai
Biarkan para siswa tahu
bagaimana dan untuk apa mereka dinilai
apa yang kita cari dan apa yang ingin dicapai
Guru sebagai prompters
Guru harus siap untuk membantu siswa ketika siswa kehilangan kata-kata yang akan digunakan dalam permainan peran.
Guru perlu mendorong siswa peka dan memberi semangat.
Guru sebagai peserta
Bergabung dalam kegiatan kelas bukan sebagai guru tetapi sebagai peserta.
Menghindari bahaya yang mendominasi proses dalam diskusi.
Guru sebagai Nara Sumber
Siap untuk membantu siswa tanpa memberikan secara langsung
Katakan kepada mereka bagaimana dan di mana mereka bisa menemukan informasi yang mereka bisa mencari sesuatu-buku atau situs web.
Mengarahkan siswa untuk menemukan arti kata-kata mereka mencari dalam kamus bahasa dengan menjelaskan maknanya.

Mendidik Anak Kebutuhan Khusus

Mendidik anak bukan hal mudah; terbukti banyak yang gagal, apalagi menghadapi anak berkebutuhan khusus (dulu istilahnya anak luar biasa) dituntut kesabaran yang juga luar biasa untuk memahami kemampuan dan kebutuhannya yang khusus kemudian
memberinya berbagai latihan agar kelak mereka mampu hidup mandiri, terutama dalam melakukan kegiatan rutin.

Tujuan mendidik anak berkebutuhan khusus sama seperti anak normal lainnya, yaitu membentuk karakter, intelek, bakat dan akhlak, sehingga anak memiliki sikap dan perilaku yang berguna bagi kelangsungan hidupnya sesuai dengan harapan masyarakat. Hanya saja kelancaran proses belajar terhalang oleh kondisi mereka yang khusus. Untuk mengatasi halangan ini, perlu di gali kelebihan atau kecakapan yang dimiliki. Misal anak yang buta tidak dapat menangkap pelajaran melalui penglihatan. Mereka memiliki pendengaran yang peka. Kemampuan ini harus dilatih berfungsi secara maksimal menggantikan mata sehingga mereka dapat belajar maksimal.

Mempersiapkan pendidikan anak berkebutuhan khusus :
1.Ciptakan lingkungan keluarga yang hangat, terbuka, komunikatif, sehingga anak merasa diterima oleh orang tua dan saudara-saudaranya. Sesering mungkin mengajak anak berdialog (tanya-jawab) untuk melatih kemampuan mengungkapkan keinginan atau pikirannya. Orang tuapun dapat lebih memahami anaknya. Mengetahui minat, kelebihan-kelebihannya, perasaan dan harapan mereka. Persdssn aman penting untuk mereka (cenderung rendah diri) menumbuhkan rasa percaya diri yang mendorongnya maju dan bersikap positif.
2.Dibutuhkan keteraturan dan kemantapan bentuk pelatihan agar anak memiliki kepercayaan yang kokoh pada diri sendiri maupun orang lain. Adanya prinsip yang teguh membuat anak berani dan tidak mudah diombang-ambingkan saat menghadapi situasi baru. Orang tua harus teguh mempertahankan hal yang dipandang baik, setia pada komitmen yang sudah dipilih. Misal, jika orang tua sepakat mendidik anak mandiri, maka jangan ada keraguan (perasaan “tidak tega”) jika melihat anak tertatih-tatih belajar melakukan tugasnya sendiri. Orang tua yang bimbang kadang-kadang memberi bantuan, di saat lain (kesal, lelah) membiarkan anak mencoba sendiri ketidakteraturan ini menciptakan keraguan anak, ia merasa tidak perlu mandiri. Anak harus diyakinkan bahwa melatihnya mandiri bukan berarti ia tidak di sayang orang tuanya.

Apa sebaiknya yang dilakukan orang tua dengan anak berkebutuhan khusus?
1. Menerima kelemahan anak dan mengatasinya sedini mungkin dengan memberi banyak rangsangan pada kemampuan lain yang bisa difungsikan menjadi kekuatannya.
2. Sering memberi kesempatan anak bersosialisasi, dan berkomunikasi dengan sebaya untuk mengekspresikan perasaan maupun emosinya.
3. Melatih gerak tubuh melalui permainan, percakapan drama. Tujuan untuk mencapai keselarasan antara pengamatan, panca indera yang berfungsi dan ekspresi verbal atau fisik.
4. Ajarkan anak peran dan tingkah laku yang diterima masyarakat, seperti tanggung jawab, mandiri, ramah.
5. Ajarkan nilai-nilai kemanusiaan (tolong-menolong, kejujuran, sportif, toleran) yang dapat dijadikan prinsip dalam dirinya dalam mengambil keputusan, jika ia memiliki prinsip yang kokoh maka ia tidak mudah dipengaruhi atau ditekan orang lain.
6. Ajarkan anak menyelesaikan masalah. Orang tua jangan mudah menyerah atau bahkan memaksanya. Berikan penjelasan dengan sabar sampai ia dapat memahaminya.
7. Ajarkan anak terlibat dalam kegiatan sosial di sekitarnya. Misal: kerja bakti, mengikuti kegiatan di mesjid, gereja, wihara, atau karang taruna; silaturahmi dengan tetangga.
8. Tumbuhkan terus rasa harga diri anak. Yaitu dengan memberi perhatian terus menerus, menerima anak apa adanya, menghargai hasil dan usaha anak. Bersikaplah tegas, tidak keras tetapi hangat. Anak yang merasa kebutuhannya diperhatikan orang tua akan lebih siap menerima dan menghargai apa yang dikatakan dan diajarkan orang tuanya.
9. Ajar anak menuangkan isi hati dan pikiran ke dalam buku harian, membuat surat, puisi, lagu atau menggambar, siapa tahu ia berbakat.
10. Ajarka anak mencintai alam melalui kegiatan yang sesuai dengan keterbatasannya misal: memelihara binatang; koleksi perangko atau gambar tentang alam; membuat diorama mini dari serangga, kulit kerang, bebatuan atau jika memungkinkan sesekali berpetualang di taman atau hutan dekat rumah. Usaha ini dapat mengarahkan anak menemukan hobinya.
11. Kecerdasan anak harus dirangsang berkembang maksimal. Jika perlu bekerjasama dengan guru atau seorang ahli.

Beberapa hal penting yang perlu diajarkan pada anak berkebutuhan khusus :
- Anak lumpuh memiliki kesulitan gerak sehingga perlu diajarkan dan dijaga agar anak terhindar dari situasi yang membahayakan jiwa anak
- Untuk memberikan kebebasan bergerak, anak tunanetra perlu diajarkan mengenal lingkungan dan gerak untuk memahami posisi dirinya maupun benda di sekitarnya. Ajarkan penggunaan alat bantu seperti tongkat, anjing pembantu, dan lain-lain.
- Bagi anak retardasi mental, ajarkan kemampuan menangkap pembicaraan atau masalah, juga cara mengekspresikan pikiran dan keinginannya. Mereka memiliki daya tangkap yang lemah jadi perlu kesabaran mengajarinya melalui cerita ajarkan mereka disiplin atau keteraturan.

Anak tunarungu memiliki cara berpikir seperti anak normal, hanya saja mereka mendengar dengan mata dan perasaan. Jadi harus dilatih kemampuan berkomunikasi efektif, membaca bibir, bahasa isyarat atau gabungan keduanya. Orang tua harus ekpresif jika mengutarakan sesuatu agar anak bisa membaca apa yang dikatakan atau dimaksud orang lain. Gugah minatnya untuk menggunakan indera lainnya (lihat, dengar, cium, raba), sehingga mereka memiliki kemampuan menyampaikan dengan cara lain untuk menyampaikan sesuatu. Bagi anak tunarungu kondisi penerangan ruang perlu diperhatikan sebab mereka belajar hanya dari apa yang dapat dilihatnya saja

Pengembangan Silabus

Guru merupakan komponen penting yang menunjang keberhasilan program kegiatan sekolah. Semua komponen yang ada di sekolah tidak dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pengembangan proses pembelajaran tanpa didukung oleh guru yang bekerja secara profesional. Dalam pembelajaran memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar tercapai pembelajaran seperti yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005. Dalam pasal 19 PP No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.

Oleh karena itu guru perlu melakukan persiapan mengajar dengan baik. Silabi adalah salah satu kelengkapan administrasi guru yang seharusnya disusun oleh guru yang bersangkutan sebelum melaksanakan pembelajaran. Silabus disusun sebagai acuan bagi guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan pembelajaran, dan melakukan penilaian dalam pembelajaran.

A. Prinsip Pengembangan Silabus

Prinsip-prinsip pengembangan silabus adalah:

1.Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

2.Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.

3.Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4.Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.

5.Memadai

Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6.Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang

7.Fleksibel

Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8.Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

B. Komponen Silabus

Komponen silabus adalah sebagai berikut:

1. Standar Kompetensi

Sesuai dengan yang tercantum dalam Permen No. 22 tahun 2005 tentang Standar Isi

2. Kompetensi Dasar

Sesuai dengan yang tercantum dalam Permen No. 22 tahun 2005 tentang Standar Isi

3. Materi Pokok/Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pokok mempertimbangkan:

1. potensi peserta didik;
2. relevansi dengan karakteristik daerah;
3. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;

b. kebermanfaatan bagi peserta didik;

c. struktur keilmuan;

d. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;

1. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan

f. alokasi waktu.

4. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi. Pengalaman belajar dimaksud dapat terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman Belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah:

1. Memberikan bantuan guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional
2. Memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar
3. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran
4. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan siswa dan materi.

5. Indikator

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan indicator adalah:

1. Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indikator (lebih dari dua)

2. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan/atau diobservasi

3. Tingkat kata kerja dalam indikator lebih rendah atau setara dengan kata kerja dalam KD maupun SK

4. Prinsip pengembangan indikator adalah Urgensi, Kontinuitas, Relevansi dan Kontekstual

5. Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan tanda-tanda, prilaku, dan lain-lain untuk pencapaian kompetensi yang merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten.

6. Penilaian

Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Pada pembelajaran penilaian dilakukan untuk mengkaji ketercapaian Kompetensi Dasar dan Indikator pada tiap-tiap mata pelajaran.

7. Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

8. Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Guru Perlu Kreatif Agar Sisiwa Ga BT

Cukup banyak guru-guru mengatakan merasa capek atau lesu apabila harus segera masuk kelas untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam pengontrolan absensi, hampir setiap hari ada surat-surat guru yang datang mengabarkan halangan mereka untuk tidak datang ke sekolah.
Pada umumnya alasan serius atau alasan berpura-pura guru dalam suratnya sehingga berhalangan untuk tidak hadir di sekolah karena sakit. Sering alasan lain adalah untuk memohon izin karena ada urusan keluarga yang sangat mendesak. Kalau kita fikirkan siapakah orang di dunia yang luput dari urusan keluarga. Tetapi rasanya tidak logis kalau seorang guru sempat dalam satu bulan membuat alasan sepele dan berhalangan untuk mengajar sebanyak sekian kali. Dan alasan sepele ini cukup banyak dilakukan oleh guru-guru.

Dapat dikatakan, buat sementara, bahwa keabsenan guru-guru dari sekolah alasan, berpura-pura dalam alasan, karena rasa tersandung oleh bosan selama proses belajar mengajar. Kemalasan guru-guru yang lain sering terekspresi dalam bentuk kelesuan setiap kali harus menaikkan kewajiban dalam PBM. Meskipun bel tanda masuk telah berbunyi beberapa menit yang lalu namun masih banyak guru-guru yang ingin menyelesaikan gosip-gosip ringan sesama guru. Malah ada sebagian guru ada yang sengaja hilir-mudik atau berpura kasak-kusuk dalam mencari sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sampai akhirnya selalu terlambat tiba di kelas dan kemudian sengaja pula agak cepat untuk meninggalkan kelas.

Kebosanan dalam PBM disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari guru dan faktor yang berasal dari murid.
Pengabaian kedua faktor ini akan menyebabkan masalah dalam PBM tidak teratasi. Untuk memuluskan PBM maka kedua faktor ini harus dipahami dan diatasi.
Rata-rata guru merasa enggan untuk memasuki kelas-kelas dengan siswa mempunyai daya serap rendah atau bodoh. Gairah mengajar guru untuk mengajar kerap kali terpancing karena di dalam kelas ada beberapa orang siswa yang cukup pintar.
Namun sejak keberadaan kelas unggul di setiap sekolah maka siswa-siswa yang memiliki daya serap tinggi terkonsentrasi ke dalam satu kelas saja. Maka gairah guru untuk melaksanakan PBM hanya lebih tertuju untuk kelas unggul.
Sedangkan untuk kelas-kelas non unggul yang jumlahnya cukup banyak dengan kemampuan siswa rendah terpaksa dimasuki oleh guru dengan rasa lesu dan letih. Tentu tidak semua guru yang menunjukkan gejala yang demikian.

Pada umumnya penyebab melempemnya daya serap siswa di sekolah adalah karena mereka tidak terbiasa dengan budaya membaca sehingga mereka lambat dalam menganalisa.
Kebiasaan dalam belajar cuma menghafal melulu. Dapat diamati bahwa siswa yang telah terbiasa dalam budaya membaca tidak mengalami kesulitan dalam PBM.
Tidak banyak siswa yang terbiasa dengan budaya membaca sehingga akibatnya adalah tidak banyak pula siswa yang memiliki daya serap tinggi. Daya serap yang tinggi selain disebabkan oleh faktor IQ juga ditentukan oleh pelaksanaan agenda kehidupan atau pemanfaatan waktu. Seringkali orang tua yang ikut campur dalam masalah waktu anak dan gemar “mencikaraui” anak akan menjadikan anaknya sebagai siswa yang memiliki daya serap tinggi di sekolah.

Faktor yang datang dari guru cukup bervariasi. Dulu menjadi guru memang serba dihormati dan tentu saja menyenangkan. Tetapi belakangan ini, bahkan terlalu banyak korban perasaan apalagi semenjak remaja banyak mengalami emosi moral.
Karena terus terang saja, siswa-siswanya terdiri dari anak-anak yang kebanyakan tidak diwarisi nilai agama yang mantap oleh orang tua. Ada juga siswa yang merupakan anak-anak pejabat yang kaya-kaya dan anak orang berada sedangkan guru-gurunya miskin.
Faktor yang menyebabkan guru merasa bosan dalam PBM mungkin karena kelelahan. Barangkali ia memiliki jumlah jam yang terlalu banyak.
Walau pada sekolah pengabdiannya hanya mengajar beberapa jam saja, tetapi karena tuntutan hidup ia menjadi guru sukarela pula pada suatu atau dua sekolah lain. Atau bisa jadi karena kelelahan fisik setelah menjadi guru selama puluhan tahun. Sering kita lihat para guru-guru tua yang belum sudi untuk pensiun merasa segan untuk melakukan PBM.
Secara mayoritas guru kelihatan kurang termotivasi untuk meningkatkan kualitas dirinya. Mereka tidak banyak membaca, walaupun sebatas membaca koran dan majalah, sehingga jadilah ilmu pengetahuan mereka sempit dan dangkal. Kebanyakan guru-guru sehabis mengajar ya habis begitu saja. Begitulah kegiatan rutin mereka hari demi hari sampai akhirnya rasa bosan menyelinap ke dalam fikiran.

Ada guru yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukup luas dan cukup hangat dalam bergaul bersama siswa. Namun juga sering mengeluh bosan untuk melakukan PBM sehingga mengajar secara serampangan dengan metode kuno sepanjang hari. Guru yang seperti ini sebaiknya harus segera melakukan introspeksi diri dan kemudian memutuskan apakah karir sebagai guru cocok baginya atau tidak. Tetapi pada umumnya mereka tetap bertahan mengajar dalam kebosanan karena tidak mampu mencari pekerjaan jenis lain yang cocok bagi diri, maklum banyak orang terserang sindrom pegawai negeri dengan alasan jaminan untuk hari tua.
Setiap guru banyak terdengar keluhan guru-guru. Ada yang mengeluhkan badan kurang enak karena sakit kepala, sakit gigi, perut terasa kembung atau badan terasa pegal-pegal dimana ini semua adalah kompensasi dari bentuk rasa bosan. Mereka bosan untuk menunaikan tanggung jawab. Dan penyebab lain dari rasa bosan ini adalah karena umumnya guru-guru kurang kreatif sehingga mereka jarang yang menjadi guru profesional.
Memang secara umum guru-guru terlihat kurang kreatif dan sebagian kecil tentu ada yang kreatif. Rata-rata guru menerapkan peranan tradisional dalam mengajar. Mereka masih berfilsafat bahwa guru masih sebagai sumber ilmu dan dalam penguasaan ilmu siswa harus menyalin catatan guru dan menghafalkannya tanpa melupakan titik dan komanya sekalipun. Penanganan masalah yang ditemui selama PBM pun juga secara tradisional. Kalau murid bersalah musti diberi nasehat dan kebanyakan sistem pemberian nasehat dalam bentuk komunikasi satu arah, dimana yang sering terlihat ketika guru bertutur kata adalah siswa menekur atau tidak boleh menjawab. Tetapi sekarang entah guru-guru banyak yang tidak bertuah dalam bertutur kata karena kesempitan ilmu dan wawasannya atau karena penghargaan murid semakin berkurang karena kurang diwarisi nilai agama oleh orang tua maka sekarang seakan melebar jurang dalam komunikasi.
Kreativitas guru pun terlihat lemah dalam PBM. Presentasi pengajaran sudah terlihat semakin basi karena menggunakan metode itu ke itu juga. Gema hasil mengikuti penataran, apakah dalam bentuk MGMP, sekali sekali dalam bentuk aplikasi. Kecuali yang terlihat adalah setelah guru mengikuti MGMP guru cuma semakin tertib dalam menulis satuan pelajaran tetapi belum bentuk aplikasi.
Diantara guru-guru yang belum lagi mampu memperlihatkan kreativitas, kita juga melihat guru-guru yang kreatif. Meski mengajar banyak, namun karena kreatif mereka tetap tampak ceria dan segar dalam mengajar.

Kreatifitas seseorang, juga guru, sangat ditentukan oleh keleluasaan dan kedalaman pengetahuan dan wawasan. Oleh sebab itu menjadi guru ideal haruslah selalu membiasakan untuk membelajarkan diri. Adalah sangat tepat bila seorang guru selain memahami bidang studinya juga mendalami pengetahuan umum lainnya sebagai khazanah dirinya. Guru yang luas wawasan dan ilmu pengetahuannya akan tidak pernah kehabisan bahan dalam proses belajar mengajar. Kalau sekarang ada ungkapan yang mengatakan bahwa mengajar itu adalah seni, maka mustahillah guru yang kering akan ilmu dan sempit wawasan dapat mengaplikasikannya sebagi seni.

Mengikuti program penyegaran dalam bentuk kegiatan penataran, musyawarah kerja, dan program peningkatan kualitas lain sungguh tepat. Sayang selama ini terlihat kegiatan-kegiatan penyegaran yang ada belum dikemas secara profesional. Dengan arti kata selama mengikuti program penyegaran, guru-guru hanya terlihat secara pasif dan paling kurang bertindak sebagai pendengar abadi. Itulah dampaknya setiap kali seorang guru selesai mengikuti MGMP dan penataran lain, misalnya, seolah-olah tidak membawa perubahan dalam proses belajar mengajar. Terasa seakan-akan apa yang diperoleh selama mengikuti penataran-penataran digambarkan dengan ungkapan “masuk telinga kiri keluar telinga kanan saja.”

Melatih diri untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dalam bentuk berpidato atau berceramah untuk masyarakat dan menyempatkan diri untuk menulis artikel-artikel adalah bentuk lain dari pengembangan kreativitas guru.
Mendalami psikologi remaja sehingga guru dapat memahami meningkatkan kreativitas guru dalam bertindak. Rata-rata guru yang kreatif adalah guru yang kaya akan ide-ide dan menerapkan bentuk nyata. Dalam realita tampak bahwa kreativitas dapat mengatasi rasa bosan.