er Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

Macam - Macam Permainan Anak Usia Dini



ANEKA RAGAM PERMAINAN

  1. BERMAIN DI DALAM RUANG
    1. Mencari teman
      Aspek-aspek yang dapat dikembangkan dalam bermain “mencari teman” antara lain:
§  Fisik Motorik
      Dalam kegiatan bermain ini mengajak anak untuk banyak bergerak  dan berlari.
§  Sosial
     Dalam permainan ini dapat meningkatkan interaksi antar teman saat anak mencari pasangannya.
§  Bahasa
     Dalam berinteraksi maka akan meningkatkan komunikasi yang terjadi pada anak sehingga kemampuan anak dalam berkomunikasi dapat terlatih.

    1. Tepuk bersama
      Aspek-aspek yang dapat dikembangkan dalam bermain ”tepuk bersama” antara lain :
§  Fisik  Motorik
Dalam permainan ini dapat meningkatkan koordinasi tangan anak.
§  Sosial
Bermain ini juga dapat melatih anak untuk melakukan kekompakan serta kerjasama.

    1. Bermain Peran
      Aspek-aspek yang dikembangkan dalam permainan ini:
§  Sosial Emosional
§  Bahasa
§  Kognitif
    1. Menyusun Balok
§  Kognitif
§  Motorik halus
§  Seni
    1. Bermain dengan Platisin
§  Kognitif
§  Motorik Halus
§  Seni
  1. BERMAIN DI LUAR RUANG
    1. Menjala ikan   
    2. Elang dan Anak Ayam
    3. Kucing dan Tikus
    4. Hijau Hitam
       
  1. BERMAIN DENGAN ALAT
    1. Mana sepatuku
    2. Kartu Angka
    3. Lompat Tali
    4. Bermain Kelereng
    5. Puzzle
  2. BERMAIN TANPA ALAT
    1. Menjala Ikan
      Cara Bermain :
      2-3 anak di suruh bergandengan tangan dan berperan sebagai jala ikan. Sedangkan anak-anak lainnya berperan sebagai ikan. Mereka yang berperan sebagai ikan bebas berlarian di lapangan ataupun dalam ruangan. Bila ada tanda (peluit atau hitungan atau tepukan tangan) dari guru anak-anak yang berperan sebagai jala harus berusaha menangkap ikan (anak-anak yang berlarian dalam ruangan/lapangan) sebanyak-banyaknya dengan cara mengurungnya dalam lingkaran tangan. Usahakan jala jangan tercerai berai. Sedangkan anak yang berperan sebagai ikan berusaha lari menghindar jangan sampai tertangkap. Anak-anak yang telah tertangkap ikut bergabung sebagai jala, sehingga semakin lama jala semakin lebar. Sedangkan ikan yang harus ditangkap semakin sedikit. Permainan berakhir jika sudah tidak ada ikan yang perlu di tangkap lagi.
Permainan ini dapat dimodifikasi dengan memasang beberapa kelompok anak (2-3 pasang) sebagai jala. Lalu kelompok jala ini saling bersaing untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya.


    1. Hijau Hitam
      Cara Bermain :
      Siapkan lapangan segiempat. garis batas bisa dibuat dengan kapur atau tali. Bagi lapangan menjadi dua. Lalu pada masing-masing bagian siapkan garis bebas dekat sisi terluar lapangan.
Pelaksanaan permainan: bagi anak menjadi dua regu. Regu hitam dan regu hijau. Bariskan kedua regu di tengah lapangan. Masing-masing anak berhadapan satu sama lain. Tugas setiap regu adalah memperhatikan/mendengarkan nama baris yang disebutkan guru. Bila guru menyebut, Hiii…jau, berarti Hijau harus segera berlari meninggalkan tempatnya menuju garis bebas. Sedangkan baris hitam berusaha menangkap pasangan dari baris hijau sebelum melewati garis bebas. Dan begitu pula sebaliknya untuk baris hitam. Pemenangnya adalah regu yang anggotanya paling sedikit tertangkap.

    1. Kata Polisi
    2. Elang dan Anak Ayam
      Cara Bermain :
      : bagi anak menjadi beberapa kelompok. Paling banyak anggotanya berjumlah sepuluh tiap kelompok. Dalam satu kelompok pilih satu untuk berperan sebagai elang, sedangkan yang lin berperan sebagai ayam. Bariskan anak-anak yang berperan sebagai ayam. Tiap anak berpegangan pada pundak teman didepannya. Anak yang paling depan berperan sebagai induk ayam dan bertugas melindungi anak ayam dari kejaran burung elang dengan cara merentangkan kedua tangan. Burung elang bebas menangkap anak ayam yang paling belakang. Anak ayam yang tertangkap harus keluar dari barisan. Usahakan barisan anak ayam jangan sampai terputus. Permainan berakhir jika sudah tidak ada anak ayam yang tersisa. Setelah itu bisa diganti dengan kelompok berikutny

Tumbuh Kembang Anak Di Usia Sekolah

Tumbuh kembang anak di usia sekolah (pra TK dan TK ) adalah masa dimana anak mulai meninggalkan masa balita dan menginjak masa sekolah. Saat – saat yg paling di tunggu oleh kebanyakan orang tua karena di masa ini adalah masa paling penting bagi anak itu sendiri dan tentunya bagi para orang tua.Dari masa kehamilan 9 bln, masa bayi, masa balita, masa anak – anak,masa remaja dst.

Tumbuh kembang anak di usia sekolah merupakan fase di mana anak mulai mengenal lingkungan luar dan lebih luas, karena anak mulai berinteraksi dengan orang – orang yang baru di kenal,dan dalam lingkup besar.Oleh karena itu banyak yg dapat diperoleh anak tersebut baik dampak positif maupun negative. Disinilah peran keluarga terutama orang tua untuk dapat membantu anak membedakan mana yang boleh di lakukan dan tidak boleh di lakukan.

Faktor – faktor yang sering mempengaruhi tumbuh kembang anak:
1 . GIZI
Gizi yang baik tentunya mempengaruhi tumbuh kembang anak di usia sekolah, dimana dengan gizi yang baik menjadikan anak tumbuh dengan sehat dan meminimalisir akan penyakit,karena anak yang menginjak di usia sekolah aktivitas jadi lebih banyak dan beragam. Anak lebih tertarik untuk belajar sesuatu yang baru, bermain dengan ceria bersama temannya. Gizi yang baik tentunya kita dapatkan dari menu makanan anak, vitamin tambahan dan susu.

2 . MENTAL
Mental anak dalam lingkungan baru sangat di butuhkan,karena anak mulai mengenal banyak hal mulai dr awal pencarian jati diri anak, rasa keingintahuan, kemandirian, dan tanggungjawab. Dan mental anak sendiri terlihat di kala anak msh bayi. Disinilah masalah yang paling sensitive yang harus di hadapi orang tua. Kenapa? secara otomatis anak sudah mempunyai beberapa ruang lingkup dalam belajar yang dapat mempengaruhi psikologi anak .

3 . LINGKUNGAN
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama dan dasar bagi anak,karena itu keluarga berperan penting dalam pertumbuhan anak apalagi mulai menginjak dunia sekolah. Lingkungan yang kedua dst,dapat memberi pengaruh jauh lebih banyak dan berbeda bagi anak seperti suka membanding–bandingkan, ingin dapat perhatian yang lebih, ego dll.

Lingkungan baru tidak hanya dampak negative yang perlu di waspadai orang tua tetapi banyak juga dampak positif yang di dapat seperti anak mulai mengerti untuk berbagi kepada orang lain, menolong kesusahan teman maupun orang tua nya dsb.

Dalam menyikapi dampak – dampak negative lingkungan bagi tumbuh kembang anak sebaiknya orang tua jangan melihat dari satu sisi.
Berikut ini sebaiknya apa yang harus orang tua tanamkan kepada anak sejak dini dalam menghadapi usia tumbuh kembang anak nantinya:

Pendidikan agama yang cukup dan kuat sebaiknya kita tanamkan sejak dini,karena dengan pendidikan agama yang cukup bisa mengendalikan perilaku moral anak di dalam lingkungan baru yaitu lingkungan sekolah.

Kasih sayang dan perhatiian yang cukup menjadikan keluarga menjadi tempat berbagi yang paling nyaman bagi anak. Sehingga anak tidak akan cari penyelesaian di luar dari keluarga yang mungkin bukan jalan keluar yang anak dapat tetapi pengaruh yang jauh lebih buruk. Alangkah baiknya bila anak kita jadikan sebagai teman atau sahabat dalam menghadapi anak yang mulai mengalami pertumbuhan.

Karena dengan kita bisa menjadi teman/sahabat,anak jadi bisa dengan leluasa bercerita kepada kita apa yang terjadi di luar sana. Sebaiknya kita jadi pendengar yang baik buat anak, setelah mereka selesai bercerita ataupun keluh kesah. Disini peran orang tua untuk membantu mencari solusi dalam tumbuh kembang anak kita.


Perkembangan Psikologi Anak Tergantung Orangtua

Perkembangan Psikologi Anak. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena manusia diberikan akal dan pikiran berbeda dengan binatang. Dengan akal pikiran yang dimiliki manusia, seseorang dapat mengontrol  hawa napsunya. Dan dengan akal pikiran yang dimiliki, manusia dapat berfikir dan dapat mencari ilmu pengetahuan yang dapat berguna bagi kehidupannya nanti.

Salah satu ilmu yang dipelajari oleh manusia adalah ilmu psykologi.  Psykologi adalah ilmu tentang kejiwaan seseorang  baik anak-anak maupun orang dewasa. Namun pada tulisan ini akan dibahas tentang perkembangan psikologi anak.

Perkembangan psikologi anak dapat dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu masa bayi, masa anak-anak, masa remaja dan masa dewasa. Masa bayi adalah ketika anak berusia 0-2 tahun, masa anak-anak adalah masa balita, masa sekolah,dan masa pra remaja, masa remaja adalah ketika seoprang anak sudah mulai tertarik kepada lawan jenis dan sudah menstruasi, sedangkan masa dewasa ketika seorang anak sudah mengerti tentang arti dari sebuah kehidupan.

Pada saat balita, anak selalu berkembang dengan kemampuannya. Anak-anak sering melakukan kegiatan-kegiatan agar dia aktif dalam bergerak. Pada masa ini anak-anak melatih berbicara dan setiap harinya kosa kata mereka bertambah. Pada masa ini sebaiknya anak-anak selalu diberi perhatian lebih agar perkembangan seorang anak tumbuh dengan sempurna. Pada masa ini anak-anak lebih suka bermain, walaupun permainan yang sederhana namun akan sangat bermanfaat bagi balita.

Pada masa sekolah, anak-anak memasuki masa pembelajaran, mereka lebih sering mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan anak mulai bergaul dengan teman-temannya. Dan pada masa ini anak-anak mulai belajar tentang tingkah prilaku seorang anak. Anak –anak mulai mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.

Masa remaja adalah masa dimana anak-anak mulai bersikap tanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Perkembangan Psikologi Anak pun semakin meningkat, mulai dari emosionalnya. Pada masa ini anak-anak lebih cepat berkembang, anak-anak pada usia ini lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar atau teman-teman sebayanya. Dan anak-anak lebih sering menolak apa yang dianggap baik oleh orangtua. Namun anak-anak perlu mendapat bimbingan dari orangtua.
http://duniaanak.org

Anak Kecil Suka Coret-coret?

Orangtua seringkali menemukan coretan-coretan pada dinding rumah yang dilakukan oleh si kecil. Betul? Mengapa anak kecil suka sekali mencoret-coret?

Kelakuan ini seringkali membuat orangtua menjadi kesal dan marah, karena tembok rumah yang tadinya bersih jadi kotor. Biasanya anak kecil belum bisa menggambar bentuk yang benar, sehingga coretan yang ada masih belum terbentuk. Namanya juga belajar, tentu memerlukan proses.

Meskipun kondisi ini tidak menyenangkan dan membuat rumah terlihat kotor, sebaiknya orangtua tidak memarahi atau membentak si kecil. Namun beritahukan pada anak di mana seharusnya ia boleh menggambar atau mencoret-coret. Sebagai solusinya, sediakan pula sarana seperti buku gambar, kertas kosong dan crayon ukuran besar sehingga anak mudah untuk memegangnya. Bagi anak yang masih kecil, tetap dalam pengawasan agar jangan sampai crayon dimasukkan ke mulut, misalnya.

Kebiasaan mencoret-coret ini merupakan salah satu cara untuk melatih perkembangan motorik halusnya, perkembangan ini nantinya akan dibutuhkan untuk membantu anak menulis dan menggambar.

Kegiatan ini juga menjadi sarana bagi si kecil untuk mengungkapkan atau mengekspresikan dirinya, meskipun gambar yang dihasilkan terkadang tidak bisa dimengerti oleh orangtua.

Coretan yang dihasilkan oleh si kecil berbeda-beda tergantung pada usianya, yaitu:

1. Coretan acak terjadi pada usia 12-30 bulan (2,5 tahun)
Pada usia ini anak masih belajar untuk memegang pensil warna dan membuat tanda atau garis di atas kertas. Anak-anak cenderung mengalami kenikmatan kinestetik, yaitu kesenangan atau kenikmatan untuk bergerak dan membuat tanda. Coretan yang dihasilkan masih acak dan tidak teratur serta cenderung menghasilkan garis panjang sepanjang kertas atau tembok.

2. Coretan terkontrol terjadi pada usia 2,5-3 tahun
Pada usia ini anak mulai menggunakan gerakan pergelangan tangan, mengontrol coretannya dan membuat gambar yang lebih kecil. Namun coretan yang dihasilkan belum sepenuhnya bisa dimengerti orang lain, dan juga anak masih suka menggambar atau mencoret-coret tembok.

3. Coretan yang dihasilkan mulai berbentuk, terjadi pada usia 3-4,5 tahun
Anak-anak mulai memegang crayon dengan menggunakan jari serta sudah mampu membuat berbagai garis dan bentuk serta gambarnya sudah mulai bisa dimengerti. Selain itu anak-anak juga cenderung ‘mengisahkan’ atau ada cerita di balik gambar yang dibuatnya. Terkadang, Salma lebih seru cerita dari mulut mungilnya dibandingkan hasil coretannya....hehe....

4. Preskematik terjadi pada usia 4,5-7 tahun
Anak mulai menggambar simbol-simbol seperti garis yang meliuk-liuk, lingkaran, spiral, angka-angka dan sesuatu yang mulai menyerupai objek sebenarnya. Tapi anak-anak masih belajar untuk mengungkapkan sesuatu pada orang lain melalui gambarnya.

Orangtua sebaiknya tidak melarang kegiatan anaknya ini, karena banyaknya larangan yang diterima oleh si kecil akan menghambat sisi kreativitas anak untuk berani mengekspresikan dirinya. Selain itu larangan yang diberikan atau memarahinya tidak akan memberitahu anak mana yang salah dan mana yang benar.

Karena itu orangtua harus menyediakan sarana bagi anak untuk menggambar, serta memberitahu dan memberi pengertian pada anak dimana saja anak boleh menggambar dan daerah mana saja yang tidak boleh.

Memang tidak mudah dan tidak cukup sekali saja memberitahunya, untuk itu orangtua harus sabar dan mengulanginya terus, serta jangan lupa untuk memberi anak pujian jika ia berhasil menggambar di tempat yang benar.
http://listiantikahfiana.blogspot.com

Cara mengatasi anak yang takut gelap

Wajar bila anak usia prasekolah takut gelap. Setelah usia 3 tahun, imajinasi anak memang berkembang dan akan mereda dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya umur.

Berikut ini beberapa cara mengatasi anak yang takut gelap atau takut kegelapan:

1. Setelah anak usia 5 tahun ia diharapkan sudah bisa membedakan mana yang khayalan dan mana yang nyata. Bila lewat usia balita, rasa takut anak masih begitu kuat, orang tua perlu membantu anak mengatasi rasa takutnya.

2. Di dalam gelap atau disaat anak berada dalam kegelapan, anak akan membayangkan hal-hal yang menakutkan, semisal hantu, monster, ular naga, bahkan pencuri. Semakin berkembang daya imajinasinya, kian tinggi pula tingkat ketakutannya. Faktor yang ikut memperkuat daya imajinasi anak, diantaranya adalah nonton film, baca buku seram, atau sering ditakut-takuti.  Hal ini akan membuat imajinasi anak berkembang ke arah yang negatif. Untuk Anda yang sering menakut-nakuti anak, mulai sekarang hilangkan kebiasaan itu.

3. Ambil tindakan nyata dalam memahami ketakutan anak yaitu dengan ikut berempati. Ajari anak bagaimana caranya berelaksasi. Entah dengan mendongeng atau malah mengajaknya bermain petak umpet dalam gelap. Saat bermain biasanya anak akan lupa pada imajinasinya yang menyeramkan. Bisa juga karena sudah terbiasa bermain dalam keadaan gelap, anak jadi tidak takut gelap lagi.

4. Anak-anak yang otomatis masih berlajar, lewat permainanpun bisa mengurangi rasa takutnya pada kegelapan. Misalnya, ajak anak bermain dengan bayangan dari benda-benda di sekitar, boneka misalnya. Bisa jadi bayangan boneka itu sangat jelek, anak salah menebaknya, nah setelah dikeluarkan wujud boneka aslinya, anak akan tahu itu bayangan boneka. Bukan sesuatu yang menakutkan seperti yang dia pikirkan.

Yang pasti, jangan pernah menyalahkan anak atau memarahinya apabila ia takut gelap. Bila hal itu dilakukan, yang ada anak akan makin takut. Dengan cara-cara di atas, semoga anak secara perlahan tidak akan takut gelap lagi.
http://seputarduniaanak.blogspot.com

Tips Menggali Kreativitas Anak

anak kreatif
Anak kreatif
Melihat anak senang menggambar atau bernyanyi, Anda sebagai orangtua pasti akan ikut senang. Namun, di dalam hati mungkin tersimpan pertanyaan, bagaimana ya caranya supaya anak bisa lebih kreatif lagi. Apakah Anda harus memberikan lebih banyak krayon? Mungkin tidak. Justru, memperkenalkannya pada lingkungan baru dan aktivitas lainnyalah yang akan bisa mengasah kreativitas anak. Dan tentu saja ini tidak terlepas dari keterlibatan orangtua. Coba beberapa tips ini untuk membuat anak lebih kreatif:

1. Ajak mereka masuk dapur
Sesekali, biarkan anak ikut memasak bersama Anda dan ajarkan mereka tentang berbagai jenis bumbu dan bahan makanan. Biarkan mereka mencoba resep hasil temuannya sendiri dan ikutlah mencicipi. Bawa juga mereka ke pasar untuk melihat berbagai bahan pangan yang dijual dan ceritakan apa saja yang bisa diolah dari sana. Mengetahui bagaimana makanan yang tersaji di rumah itu dibuat dan dari mana asalnya akan menjadi cara yang bagus untuk menstimulasi rasa ingin tahu mereka. Dan, siapa tahu akan memunculkan hobi yang baru!

2. Matikan televisi, nyalakan musik
Jika anak sering membuat PR atau menggambar sambil menonton televisi atau melihat komputer, cobalah cara yang lain. Putar berbagai jenis lagu yang menarik, yang mungkin tidak pernah mereka dengar -mulai dari komposisi musik klasik hingga lagu balada, dari band zaman dulu hingga yang sedang tenar saat ini. Menyimak alunan musik yang berbeda dapat membantu menumbuhkan inspirasi dalam diri anak, dengan cara yang tidak terduga.

3. Jawab pertanyaan anak dan ajukan pertanyaan
Mungkin Anda sedang stres, capek, atau tidak kepingin menjelaskan jawaban dari pertanyaan "kenapa...?" yang diajukan oleh anak. Tapi, penting bagi para orangtua untuk memahami bahwa memberikan respons pada pertanyaan-pertanyaan kritis anak itu dapat menumbuhkan rasa ingin tahu mereka. Trik lain agar otak mereka selalu terstimulasi adalah dengan mengajukan pertanyaan balik. Misalnya, "Kalau kamu bisa melakukan apa saja, apa yang akan kamu buat?" Jawaban anak pasti akan membuat Anda terkejut dan merasa terhibur. Sementara anak juga senang ditanya seperti ini.

4. Rencanakan hari khusus untuk bepergian
Terserah Anda mau menamakannya apa. Apakah Hari Bertualang (biar kesannya seru) atau cukup Hari Jalan-jalan. Pada hari itu, saatnya keluar dari kegiatan rutin dan tempat-tempat yang selalu dikunjungi. Bawalah anak-anak ke suatu tempat baru yang bisa membuka pikiran dan mengasah imajinasi mereka. Bisa dengan pergi ke museum, ke taman, atau ke gunung. Usahakan untuk mengajak mereka berkunjung ke tempat-tempat baru sesering mungkin. Libatkan anak dengan bertanya, tempat seperti apa yang ingin mereka kunjungi. Atau, tanyakan padanya apa yang sedang dipelajari di sekolah dan ajaklah ke tempat yang berhubungan dengan pelajarannya itu.
kompas.com

Seberapa Penting Menjadi Jenius

oleh: Maya A. Pujiati

Kejeniusan adalah berpikir dalam cara yang belum pernah dilakukan orang. Orang Jenius mampu melihat sesuatu yang luput dari penglihatan orang lain. Mereka melihat kemungkinan di antara ketidakmungkinan. Mereka bisa menjabarkan paket-paket pengetahuan yang diterimanya dalam cara baru dan produktif. (Todd Siler)

Definisi jenius yang saya kenal sebelumnya terakumulasikan dalam sosok-sosok Plato, Adam Smith, Thomas Alpha Edison, atau Einstein. Tentu sudah terbayang hebatnya orang jenius kalau kita melihat kredibilitas orang-orang tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan. Sayangnya, sekolah memperkenalkan sosok-sosok jenius itu hanya dalam teori-teorinya yang harus dihapal, diujikan, dan pada akhirnya dilupakan, karena secara kontekstual teori-teori itu hampir tak bisa dipahami dalam kehidupan nyata sehari-hari. Adapun apa sesungguhnya kejeniusan para tokoh tersebut nyaris tak terungkap.

Akibatnya, kejeniusan begitu mengawang, seolah tak tersentuh kecuali oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi dan mau membaca buku-buku tebal dan betah berjam-jam berada di sebuah laboratorium. Padahal, kejeniusan tokoh-tokoh besar seperti Einstein dkk hanya terletak pada dua hal, yaitu kemauan untuk berpikir mendalam tentang sebuah fenomena dan berani untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dari kebanyakan orang pada zamannya. Untuk melakukan dua hal tersebut, siapapun bisa, tak terkecuali anak-anak kita.

Nah, bagaimana kita mengarahkan anak-anak menjadi seperti itu? Kalau pendidikan itu hanyalah menghapal teori-teori, maka kejeniusan memang akan sulit dieksplorasi. Seorang Edison, seperti yang sudah kita tahu, ternyata melakukan ribuan kali percobaan yang gagal sebelum menemukan bola lampu listrik yang hari ini kita nikmati hasilnya. Demikian halnya dengan lahirnya teori Newton yang konon tercetus saat Newton berada di bawah pohon apel dan melihat buah apel jatuh ke tanah. Begitu juga dengan Wright bersaudara yang berhasil membuat pesawat terbang, tentu mereka telah melakukan banyak coba-coba sebelum hal itu terwujud. Semua fakta itu menunjukkan bahwa sesungguhnya, persentuhan dengan dunia nyata adalah jalan paling realistis menuju lahirnya para jenius-jenius baru. Membaur dengan dunia nyata akan menjadi pemantik gagasan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada di dunia ini.

Jangan lupa, bahwa para jenius itu sebenarnya bertebaran di mana-mana, meski mungkin tak semua dikenal masyarakat luas. Mereka adalah orang-orang yang berhasil menemukan dan membuat sesuatu yang berguna bagi orang banyak. Kelompok orang-orang itu di antaranya adalah penemu peniti, penemu jarum jahit, penemu karet gelang, pembuat tungku arang, para petani, para nelayan, dan lain-lain yang tanpa dijuluki seorang jenius, mereka sesungguhnya para praktisi iilmu pengetahuan di bidangnya masing-masing.

Jadi, terlebih bagi

Seberapa penting menjadi jenius? Jika pengertian jenius adalah hafal perkalian atau bisa menyelesaikan soal-soal persamaan dan pertidaksamaan, maka biarlah anak-anak tumbuh sesuai kemampuannya; tapi jika jenius itu berarti memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah, maka betapa pentingnya menjadikan anak-anak kita jenius, karena bukankah esensi hidup adalah menyelesaikan persoalan…

Salam pendidikan!
http://duniaparenting.com

Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan adalah suatu upaya sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik supaya menjadi manusia utuh. Untuk itu ada prinsip prinsip supaya tujuan dari pendidikan yang membentuk manusia yang utuh tersebut tercapai. Prinsip adalah sesuatu yang bersifat mendasar dan tidak boleh dilanggar. Apalagi prinsip dilanggar maka kehancuran yang akan terjadi atau dalam hal mendidik anak maka tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Sebenarnya hal ini sudah kita rasakan saat ini. Bagaimana perilaku di masayrakat kita adalah hasil dari pendidikan yang telah melanggar prinsip prinsip pendidikan itu sendiri, khususnya dalam mendidik anak usia dini.
      Apa itu prinsip pendidikan anak usia dini? Ada 12 prinsip pendidikan anak usia dini, yaitu:
 (1)  Berpusat pada anak, artinya anak merupakan sasaran dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidiK
  (2) Mendorong perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, emosional, bahasa dan komunikasi sebagai dasar pembentukan pribadi manusia yang utuh
 (3)  Memperhatikan perbedaan individu, baik perbedaan keadaan jasmani, rohani, kecerdasan dan tingkat perkembangannya (Developmentally Appropriate Practices)
  (4) Mengacu pada tahap perkembangan anak

(5) Berorientasi pada kebutuhan anak

(6) Belajar melalui bermain.

(7) Kreatif dan Inovatif

(8) Lingkungan yang kondusif,
 
(9) Menggunakan pembelajaran terpadu

(10) Mengembangkan keterampilan hidup

(11) Menggunakan berbagai media dan sumber belajar

      serta alat/sarana pendidikan yang edukatif
  (12) Mengacu pada 9 kecerdasan anak

Dua hal yang sering terjadi:
        Pertama, apabila proses pembelajarannya dalam suatu lembaga pendidika anak usia dini dilaksanakan dengan cara bermain, orangtua justru menolak hal ini. Sekolah kok main saja, kapan belajarnya.  Padahal salah satu prinsip pendidikan anak usia dini adalah belajar melalui bermain.
        Kedua, orang tua sering menuntut anak yang selesai belajar dari lembaga pendidikan anak usia dini harus sudah pandai belajar dan berhitung. Kalau anak belum bisa baca, tulis dan hitung, maka anak dileskan CALISTUNG. Kemungkinan besar potensi dan minat anak pada bidang kecerdasan lain tidak atau kurang diperhatikan. Padahal prinsip pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan 9 aspek kecerdasan, dan berorientasi pada kebutuhan anak. Apa itu 9 aspek kecerdasan dapat dilihat di artikel dengan judul Kecerdasan Jamak, yang diposting pada bulan Januari 2011.

Mari kita didik anak anak kita sesuai dengan prinsip prinsip tersebut di atas, supaya anak-anak kita sungguh menjadi manusia yang utuh.
Bagi para orangtua ayo bangkitkan kesadaran ini, kritisi lembaga-lembaga pendidikan yang dalam proses pembelajaranya masih belum menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Terutama lembaga pendidikan tempat buah hati anda, anda titipkan.
Bagi para penanggung jawab lembaga pendidikan anak usia dini, kepala sekolah dan guru mari mendidik dengan cara yang benar, ingat hasil mendidik anak usia dini tidak dapat dilihat saat ini, tetapi akan terlihat 20, 30 atau 40 tahun mendatang. Kita siapkan anak-anak kita dalam menyambut 100 tahun Indonesia merdeka,mereka akan menjadi generasi emas. Mungkin kita tidak mengalaminya, tetapi anak cucu kitalah yang akan menikmatinya.
http://tomtomlints.blogspot.com

Program Pendidikan Guru Yang Berkualitas

Kebutuhan akan guru yang berkualitas yang semakin tinggi saat ini harus disikapi secara positif oleh para pengelola pendidikan guru. Respons positif ini haruslah ditunjukkan dengan senantiasa meningkatkan mutu program pendidikan yang ditawarkannya. Perbaikan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi ini jelas akan membawa dampak positif bagi penciptaan guru yang berkualitas kelak di kemudian hari.

Guna dapat menciptakan pendidikan guru yang berkualitas, berdasarkan beberapa hasil penelitian Darling-Hammond. dan Bransford (Ed.) (2005: 394) menyatakan bahwa minimal ada tiga elemen penting dalam desain program pendidikan guru yang harus diperbaiki (dibuat berbeda dengan kondisi saat ini). Ketiga elemen tersebut adalah sebagai berikut.

1. Konten pendidikan guru, berkenaan dengan materi yang harus diberikan kepada para mahasiswa, bagaimana cara memberikannya, bagaimana memadukan berbagai materi tersebut sehingga bermakna, termasuk juga bagaimana perluasannya agar mahasiswa memiliki peta kognitif yang akan membantu mereka melihat hubungan antara domain pengetahuan keguruan dengan penggunaanya secara praktis di lapangan untuk mendorong para siswanya belajar.

2. Proses pembelajaran, berkenaan dengan penyusunan kurikulum yang sejalan dengan kesiapan mahasiswa dan mendasar pada materi serta proses pembelajaran praktis yang mampu menimbulkan pemahaman mahasiswa melalui kreativitas aktifnya dalam kelas.

3. Konteks pembelajaran, yang berkenaan dengan penciptaan proses pembelajaran kontekstual guna mengembangkan keahlian praktis mahasiswa. Konteks pembelajaran ini harus diterapkan baik dalam domain-domain materi ajar maupun melalui pembelajaran di komunitas professional (sekolah).

Sekait dengan pendapat di atas, Lang dan Evans (2006: 3) secara lebih gamblang menyatakan bahwa penciptaan program pendidikan bermutu dapat didasarkan atas esensi-esensi program pendidikan guru sebagai berikut.
1. Keberartian teori disertai pengalaman praktisnya.
2. Kerja sama antara perguruan tinggi dengan komunitas pendidikan lainnya.
3. Teori dan praktis dalam keterampilan generic dan refleksi serta diskusi tentang efektivitas keterampilan tersebut.
4. Memberikan penekanan proses pada bagaimana cara mahasiswa belajar untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis.
5. Kemampuan untuk mengorganisasikan pembelajaran.
6. Penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran.
7. Penerapan alternatif asesmen dan teori motivasi.
8. Membangun profesionalisme berbasis penelitian.

Berdasarkan kedua pandangan tersebut, program pendidikan bermutu pada dasarnnya adalah program pendidikan guru yang senantiasa mempertimbangkan pertanyaan apa yang harus dipelajari guru dan apa yang dapat dilakukan guru. Pertanyaan apa yang harus dipelajari guru akan mendorong program pendidikan guru senantiasa mengajarkan materi-materi kontekstual kepada para mahasiswa. Materi-materi kontekstual tersebut tentu saja tidak hanya disajikan secara teoretis melainkan disajikan secara praktis sehingga para calon guru mampu memperoleh dua pengalaman sekaligus yakni konsep dan praktis. Dengan kata lain, dapat dikatakan program pendidikan guru harus mampu mendidik calon guru dalam asumsi dasar belajar tentang konsep praktis dalam praktiknya.

Pertanyaan kedua tentang apa yang dapat dilakukan guru akan mendorong pelaksanaan program pendidikan guru mengarah pada penggalian potensi dan kebutuhan para mahasiswa disesuaikan dengan kondisi nyata kinerja guru di lapangan. Dengan demikian, program pendidikan guru akan senantiasa menitikberatkan pada penciptaan hard skills dan soft skills yang harus dimiliki guru. Hal ini berarti bahwa program pendidikan guru harus mampu memberikan keterampilan profesional kepada para lulusan sekaligus menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir tinggi yang akan sangat bermanfaat untuk mengembangkan profesionalisme ketika mereka sudah menjadi guru kelak. Oleh karenanya, pelaksanaan proses pendidikan pada program pendidikan guru haruslah diarahkan pada upaya mengenalkan dan memainkan mahasiswa sebagai guru selama ia menempuh studinya.

Program pendidikan guru yang berkualitas bukanlah program pendidikan guru yang memberikan pengetahuan berbagai model dan strategi pembelajaran kepada para mahasiswa melainkan yang mampu menerapkan berbagai model dan strategi tersebut kepada mahasiswa sehingga mahasiswa memperoleh konsep teori dan gambaran aplikasinya sekaligus. Melalui pengalaman nyata ini, keluhan atas ketidaktahuan guru atas berbagai model dan strategi pembelajaran serta ketidakmampuan guru menerapkan berbagai model dan strategi tersebut akan mampu ditepiskan. Selain itu dengan menerapkan berbagai model dan strategi tersebut langsung kepada para mahasiswa, kreativitas mahasiswa akan meningkat dan para calon guru ini akan memahami benar bahwa menjadi guru pada dasarnya adalah usaha untuk senantiasa menjadi pembelajar yang professional.

Pengembangan pendidikan guru yang professional juga dapat dibentuk melalui peningkatan proses pembelajaran berbasis penelitian. Hal ini berarti bahwa sejak awal para mahasiswa seharusnya sudah diajak untuk melakukan penelitian sederhana pada setiap mata kuliah. Melalui gaya pembelajaran seperti ini, para calon guru diharapkan mampu menemukan esesi guru yang sebenarnya sekaligus membangun kompetensi mereka untuk terampil melaksanakan penelitian ketika kelak mereka menjadi guru. Selain itu, pembelajaran berbasis penelitian juga dapat ditafsirkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan di perguruan tinggi senantiasa didasarkan atas hasil-hasil penelitian terkini sejalan dengan scientific vision dan market signal sehingga lulusan akan memiliki sejumlah keterampilan yang benar-benar dibutuhkan di lapangan.

Pada akhirnya, penciptaan program pendidikan yang berkualitas akan sangat bergantung pada kesadaran mutu para pengelolanya. Sekait dengan hal ini, para pengelola lembaga pendidikan tinggi keguruan sudah seyogyanya menjalankan proses pendidikan berdasarkan penjaminan mutu yang jelas. Para pengelola program pendidikan guru diharuskan mampun memberikan pelayanan prima kepada mahasiswa sehingga seluruh program yang dilaksanakannya mampu mengantarkan mahasiswa menjadi SDM yang berkualitas. Selain itu, dampak hirau mutu ini akan bermuara pula pada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan keguruan tersebut sehingga keberlangsung program pendidikan guru tersebut akan terjamin pada masa yang akan datang.
 http://endang965.wordpress.com/

DRAFT STANDAR KOMPETENSI PENGELOLA PAUD


PENGELOLA PAUD

DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL
DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2007

A. LATAR BELAKANG
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan bahwa pendidikan nonformal (PNF) berfungsi sebagai pelengkap (complement), pengganti (substitute), dan penambah (suplement) pendidikan formal. Berbagai program yang telah dikembangkan dalam jalur pendidikan non formal saat ini diantaranya: program Keaksaraan, Kesetaraan (Paket A setara Sekolah Dasar, Paket B setara Sekolah Menengah Pertama, dan Paket C setara Sekolah Lanjutan Atas), Pendidikan Kursus, Pendidikan Life Skill, dan Pendidikan Anak Usia Dini. Setiap program yang dipaparkan di atas memerlukan pendidik maupun tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan program yang dikembangkan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dijabarkan bahwa tenaga kependidikan dituntut memiliki kompetensi yang mencakup kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional. Kompetensi tersebut diharapkan dimiliki oleh seluruh tenaga pengelola lembaga pendidikan luar sekolah termasuk pengelola program Pendidikan Anak Usia Dini. Pengelola yang memenuhi kompetensi tersebut diharapkan akan memenuhi legalitas kualifikasi sebagai tenaga pengelola program PAUD yang profesional.

Jumlah pengelola PAUD yang tercatat hingga tahun …. sebanyak …. orang, dengan rincian …. orang tenaga pengelola Kelompok Bermain, …. orang pengelola Taman Penitipan Anak, dan …. orang pengelola Lembaga Satuan PAUD Sejenis. Dari jumlah tersebut yang sudah mendapatkan pelatihan tenaga kependidikan baru tercatat sebanyak …. orang. Dengan demikian sebagian besar dari tenaga pengelola PAUD yang ada belum mendapatkan pelatihan dan pendidikan yang mendukung tugas profesinya. Kenyataan lain di lapangan bahwa pengelola PAUD memiliki latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, dan jenjang pendidikan sangat beragam. Dengan demikian belum semua pengelola PAUD yang ada telah memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam PP no. 19 di atas.

Implikasi dari kondisi di atas pengelolaan dan layanan PAUD terhadap sasaran belum dapat berjalan sesuai dengan ketentuan layanan pendidikan anak usia dini. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini belum ada standar kompetensi pengelola PAUD yang baku. Berkaitan dengan hal tersebut penting untuk segera menyusun Standar Kompetensi Tenaga Kependidikan atau Pengelola Lembaga PAUD.

Standar Kompetensi Tenaga Kependidikan atau Pengelola Lembaga PAUD selayaknya dirumuskan bersama oleh berbagai unsur yang mencakup: Direktorat PAUD, Dit. PTK-PNF, BSNP, Himpaudi, Pengelola, Akademisi, dan stake holder. Rumusan yang telah dihasilkan oleh unsur-unsur tersebut menjadi masukan untuk BSNP dan BNSP ditetapkan menjadi standar baku.

Berdasarkan pemikiran seperti diuraikan di atas, maka pada tahun anggaran 2007 Direktorat PTK-PNF menetapkan program rintisan sertifikasi bagi PTK-PNF yang dimulai dengan kegiatan penyusunan bahan masukan untuk penetapan standar kompetensi PTK-PNF, khususnya untuk tenaga kependidikan PNF yang berstatus sebagai Pengelola Satuan Pendidikan Anak Usia Dini.

B. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

C. TUJUAN DAN MANFAAT STANDAR KOMPETENSI BAGI PENGELOLA SATUAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
1. Tujuan
a. Menetapkan standar kompetensi/kemampuan dasar Pengelola Satuan Pendidikan Anak Usia Dini sesuai dengan PP 19 tahun 2005.
b. Menyediakan acuan dalam pembinaan dan peningkatan mutu Pengelola Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini

2. Manfaat
a. Sebagai Acuan pelaksanaan uji kompetensi Pengelola Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
b. Sebagai dasar pertimbangan dalam penilaian kinerja Pengelola Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
c. Acuan penetapan kebijakan peningkatan mutu bagi Pengelola Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
d. Acuan dalam merancang pengembangan kurikulum pendidikan/ pelatihan untuk peningkatan kompetensi Pengelola Satuan Pendidikan Anak usia Dini

D. RUANG LINGKUP
1. Struktur sajian standar kompetensi Pengelola PAUD mencakup latar belakang, dasar hukum, tujuan dan manfaat, pengertian, kualifikasi, dan standar kompetensi.
2. Substansi standar kompetensi Pengelola PAUD mencakup kompetensi paedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional.

E. PENGERTIAN
1. Standar
Standar adalah acuan umum yang mengikat unsur-unsur yang terlibat dalam penyeleksian calon pengelola, peningkatan kemampuan pengelola, dan pengelola lembaga PAUD.

2. Kompetensi
Kompetensi adalah seperangkat kemampuan dasar yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pengelolaan Lembaga PAUD.

3. Standar Kompetensi Pengelola Pendidikan Anak Usia Dini
Adalah acuan umum berisi seperangkat kemampuan dasar yang harus dimiliki pengelola PAUD dan mengikat unsur-unsur yang terlibat dalam penyeleksian calon pengelola, peningkatan kemampuan pengelola, dan pengelolaan lembaga PAUD.

4. Kualifikasi
Adalah persyaratan minimum yang harus dipenuhi oleh Pengelola PAUD untuk melakukan tugas pokok dan fungsi secara efektif dan efisien.

5. Kualifikasi Akademik
Adalah tingkat pendidikan minimum yang harus dimiliki Pengelola PAUD sesuai dengan standar yang ditetapkan.

6. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak usia lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini pada jalur Pendidikan Non-Formal meliputi Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan Satuan Paud Sejenis (SPS).

7. Taman Penitipan Anak (TPA)
Adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal sebagai wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja.

8. Kelompok Bermain (KB)
Adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggrakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak sejak lahir sampai dengan 6 tahun (dengan priorias anak usia 2-4 tahun).

9. Satuan PAUD Sejenis (SPS)
Adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan berbagai program layanan anak usia dini yang telah ada di masyarakat (seperti Pos Yandu, Bina Keluarga Balita, Taman Pendidikan Al Quran, Taman Pendidikan anak Sholeh, Sekolah Minggu dan Bina Iman). (Direktorat PAUD, 2006).

10.Pengelola Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Adalah seseorang yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang telah ditentukan untuk bertanggung jawab secara keseluruhan atas pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini di Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, atau Satuan PAUD Sejenis.

F. PERSYARATAN
1. Persyaratan Umum
a. Diutamakan memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi dan serendah-rendahnya SLTA
b. Sehat jasmani dan rohani
c. Memiliki pengalaman sebagai pendidik atau anggota pengelola satuan pendidikan anak usia dini sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun

2. Persyaratan Khusus
a. Pengelola Taman Penitipan Anak (TPA)
1. Berstatus sebagai Pengelola TPA
2. Telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan yang terkait dengan tugas dan fungsi pengelola TPA
3. Memiliki sertifikat sebagai Pengelola TPA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

b. Pengelola Kelompok Bermain (KB)
1. Berstatus sebagai Pengelola KB
2. Telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan yang terkait dengan tugas dan fungsi pengelola KB
3. Memiliki sertifikat sebagai Pengelola KB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

c. Pengelola Satuan PAUD Sejenis (SPS)
1. Berstatus sebagai Pengelola SPS
2. Telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan yang terkait dengan tugas dan fungsi pengelola SPS
3. Memiliki sertifikat sebagai Pengelola SPS yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

G. STANDAR KOMPETENSI PENGELOLA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (TPA, KB, SPS)

DIMENSI KOMPETENSI : KEPRIBADIAN
No KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INDIKATOR
1.
Berpenampilan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia 1.1 Menunjukkan perilaku yang sesuai dengan norma agama 1. beribadah sesuai dengan agama masing-masing
2. Toleran dalam beragama
1.2 Menunjukkan budi pekerti yang luhur 1. rendah hati
2. menepati janji
3. dapat dipercaya
4. jujur
5. sopan santun
6. menerima pendapat orang lain secara santun
7 menghargai sesama
2. Bertindak sesuai dengan norma hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Menunjukkan sikap sesuai dengan norma hukum dan sosial dalam masyarakat serta kebudayaan nasional 1. mentaati peraturan perundang-undangan
2. mentaati tata tertib
3. bertindak sesuai dengan kearifan lokal
3. Berpenampilan sebagai pribadi yang mantap, stabil, dan dewasa 3.1 Menunjukkan perilaku sebagai pribadi yang mantap 1. bertindak konsisten
2. percaya diri
3.2 Menunjukkan perilaku sebagai pribadi yang dewasa, arif dan berwibawa 1. memahami/mengerti keadaan orang lain
2. bertindak tidak memihak
3.3 Menunjukkan perilaku yang dapat mengendalikan diri 1. dapat mengendalikan emosi
2. dapat memaafkan kesalahan orang lain
4. Pemilikan etos kerja, tanggung jawab, rasa bangga dan rasa percaya diri 4.1 Menunjukkan etos kerja dan tanggungjawab yang tinggi
4.3 Mengerjakan pekerjaan secara mandiri
4.4 Mengaktualisasikan diri sebagai pengelola 1. tanggung jawab terhadap pekerjaan
2. Disiplin kerja
3. semangat kerja
4. tidak tergantung orang lain
5. berorientasi pada hasil
6. bekerja keras
7. kerja dengan cerdas
8. kesungguhan dalam bekerja
5. Pemilikan kode etik profesi 5.1 Memahami kode etik profesi 1. memahami rambu-rambu yang tertuang dalam kode etik profesi
2. menghargai profesi lain
5.2 Menerapkan dan menjaga kode etik profesi 1. bertindak sesuai kode etik profesi
2. menjunjung tinggi kode etik profesi
3. menjaga kekompakan profesi

DIMENSI KOMPETENSI : SOSIAL
No KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INDIKATOR
1.
Komunikasi yang efektif, empatik, dan santun Berkomunikasi dengan orang lain secara efektif 1. memahami strategi komunikasi secara efektif (mendengarkan, berbicara, menulis, dan non verbal)
2. menjadi pendengar yang baik
3. dapat menyampaikan ide atau gagasan
4. berbicara secara sistematis dan lugas
2. Partisipatif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan 1. Menyesuaikan diri dengan lingkungan 1. dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat
2. dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja
3. dapat menyesuaikan diri dengan komunitas profesi
4. peka terhadap masalah sosial
5. menghargai perbedaan
2. Berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di lingkungan masyarakat 1. aktif dalam kegiatan kemasyarakatan
2. memprakarsai kegiatan kemasyarakatan

DIMENSI KOMPETENSI : MANAJERIAL
No KOMPETENSI INTI KOMPETENSI PAUD INDIKATOR PAUD
1. Perencanaan program 1.1 Mengidentifikasi kebutuhan lembaga 1. Memahami substansi program dan anak usia dini
2. Memahami dasar-dasar kebijakan program
3. Menganalisis kebutuhan penyelenggaraan program
4. Menyusun program penyelenggaraan kegiatan untuk anak dan orang tua
5. Menyusun instrumen pendataan
6. Mengumpulkan data
7. Mengolah dan menganalisis data
8. Membuat daftar kebutuhan lembaga
1.2 Menentukan skala prioritas kebutuhan lembaga 1. Menelaah potensi sumber daya lembaga dan lingkungan untuk menetapkan skala prioritas
2. Mengurutkan kegiatan berdasarkan skala prioritas
1.3 Menyusun rencana strategik lembaga 1. Membuat analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman lembaga
2. Mengembangkan visi, misi, dan tujuan lembaga
3. Mengembangkan program jangka panjang, menengah dan pendek
1.4 Menyusun rencana operasional 1. Membuat rencana kegiatan, jadwal, biaya, ketenagaan, dan peralatan
2. Mengembangkan prosedur kerja
3. Menetapkan kriteria keberhasilan
4. Mengikut sertakan secara aktif orang tua dalam penyelenggaraan program
2. Pengorganisasian sumber daya lembaga 2.1 Rekrutmen sumber daya sesuai dengan kebutuhan 1. Menyiapkan perangkat dan persyaratan rekruitmen
2. Melaksanakan rekruitmen
2.2 Mengembangkan jabatan kerja 1. Mendistribusikan sumber daya manusia berdasarkan pada kualifikasi dan kompetensinya
2. Mengembangkan kompetensi
3. Melakukan penilaian kinerja
4. Mengembangkan sistem imbalan dan ganjaran
2.3 Pengadaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana secara optimal 1. Memahami prinsip-prinsip pengaturan sarana prasarana
2. Mengelola alat permainan edukatif (APE)
3. Menangalisis kebutuhan sarana dan prasarana
4. Mengadakan dan sarana prasarana
5. Mengatur pemanfaatan dan perawatan
2.4 Memanfaatkan dana secara efisien dan efektif 1. Memahami prinsip-prinsip pengelolaan keuangan
2. Mencari sumber dana
3. Mengelola keuangan secara transparan, efisien dan efektif
3. Pengarahan pelaksanaan program lembaga 3.1 Mengoptimalkan pelaksanaan program lembaga 1. Membangun tim kerja
2. Memotivasi sumber daya manusia lembaga
3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan
4. Mewujudkan iklim kerja yang kondusif
3.2 Mengadministrasikan kegiatan lembaga 1. Menyelenggarakan ketatausahaan lembaga
2. Mengembangkan petunjuk teknis kerja
3.3 Mengarahkan pengembangan dan penerapan kurikulum untuk setiap program pendidikan PNF 1. Mengkoordinir penyusunan rancangan pembelajaran (media, metode, bahan belajar)
2. Mengkoordinir pelaksanaan pembelajaran
3. Mengkoordinir evaluasi pembelajaran
4. Pengendalian pelaksanaan program lembaga 4.1 Melaksanakan monitoring program 1. Mengembangkan mekanisme monitoring
2. Mengembangkan perangkat dan menentukan para petugas monitoring
3. Menetapkan jadwal monitoring
4. Melaksanakan monitoring
4.2 Melaksanakan supervisi 1. Memahami prinsip-prinsip supervisi
2. Mengembangkan mekanisme pembinaan
3. Membimbing dan membina ketenagaan

5. Evaluasi pelaksanaan program lembaga 5.1 Melaksanakan evaluasi program lembaga 1. Memahami prinsip dan teknik evaluasi
2. Menyusun perangkat evaluasi
3. Mengevaluasi, mengolah,dan menganalisis program lembaga
4. Menindaklanjuti hasil evaluasi
5.2 Melaksanakan pelaporan 1. Memahami substansi laporan
2. Menyusun laporan untuk berbagai keperluan
3. Mendistribusikan laporan kepada pemangku kepentingan
4. Menyusun rekomendasi untuk perbaikan dan pengembangan program lembaga

DIMENSI KOMPETENSI : SIKAP KEWIRAUSAHAAN
No KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INDIKATOR
1. Pengolahan Resiko Menunjukkan perilaku berani mengolah resiko 1. Berani mengambil keputusan
2. Bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil
3. Optimis terhadap keberhasilan dari keputusan yang diambil
2. Pelayanan yang memuaskan Menunjukan perilaku yang dapat memuaskan pelanggan 1. Mendahulukan kepentingan pelanggan
2. Memfasilitasi kebutuhan pelanggan
3. Pemanfaatan waktu secara efektif dan efisien Menunjukkan perilaku yang dapat mengelola waktu dengan efektif dan efisien 1. Menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
2. Memanfaatkan waktu secara produktif
4. Pengembangan kemitraan dengan pihak terkait Menunjukkan perilaku yang dapat mengembangkan jaringan usaha 1. Membangun kerjasama dengan mitra kerja
2. Meyakinkan mitra kerja
3. Mengoptimakan capaian nilai tambah dengan mitra kerja
5. Inovatif mengembangkan keunggulan program lembaga Menunjukkan perilaku yang dapat mengembangkan keunggulan lembaga
1. Memanfaatkan peluang pasar untuk keberhasilan usaha
2. Memasarkan keunggulan program lembaga ke masyarakat
3. Berkompetisi secara sehat untuk memperoleh keunggulan

H. PENUTUP
Pengelola PAUD berperan penting dalam memberikan layanan program PAUD yang berkualitas. Untuk menunjang pelayanan yang berkualitas perlu didukung oleh kompetensi dan kualifikasi. Kompetensi dan kualifikasi yang diharapkan dari Pengelola PAUD hendaknya bersifat umum, mendasar, serta dapat dijadikan rujukan dalam kegiatan penyeleksian tenaga Pengelola, peningkatakan kualitas kinerja, dan pengelolaan Lembaga PAUD yang berkualitas.

Berkenaan dengan hal tersebut perlu dirumuskan standar kompetensi dan kualifikasi pengelola PAUD. Standar kompetensi Pengelola PAUD seharusnya merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Rumusan standar kompetensi Pengelola PAUD yang disusun ini sebagai masukan Lembaga yang berwewenang untuk menetapkan dan menguji kompetensi Pengelola PAUD.

Standar Kompetensi ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penyusunan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas kinerja dan kesejahteraan Pengelola PAUD. Dengan standar kompetensi ini pengelola mengetahui kemampuan yang harus dimiliki dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Standar kompetensi dapat dijadikan sebagai instrumen bagi masyarakat untuk mengontrol akuntabilitas kinerja, dan pencitraan publik pengelola PAUD.

Terkait dengan hal tersebut, Standar Kompetensi Pengelola PAUD berfungsi sebagai piranti untuk meningkatkan kualitas pelayanan lembaga PAUD secara umum.
http://hidayatsoeryana.wordpress.com