er Menghargai Anak Didik Melalui Komunikasi | Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

Menghargai Anak Didik Melalui Komunikasi

A.BELAJAR MENGHARGAI ANAK DIDIK

Mendidik tentu berbeda dengan mengajar. Karena pendidikan mesti dipahami sebagai proses yang tidak hanya mewariskan pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga bagaimana membimbing anak didik agar menjadi generasi cerdas, kreatif, santun dan berbudi luhur.
Ilmu psikologi meyakini bahwa anak didik bukan gelas yang harus diisi, tetapi cenderung seperti api yang harus terus berpijar. Teori tersebut semakin memperkuat keyakinan bahwa pendidikan juga merupakan proses untuk menghidupkan api cinta dan semangat dalam diri anak untuk terus mencari ilmu tanpa henti.
Atas dasar itu pula, proses pendidikan semestinya diarahkan pada pembangkitan daya kreatifitas anak dalam mengeksplorasi sekaligus mengolah informasi yang didapat sambil memelihara daya kritis anak demi menjaga validitas informasi itu sendiri. Sementara kreatifitas akan tumbuh ketika ada ruang cukup luas untuk berekspresi “sesuka hati”. Dan komunikasi timbal balik yang seimbang antara anak didik dengan pendidik mampu menyediakan ruang yang dibutuhkan itu.
Dalam situasi ini, guru seharusnya mengambil posisi sebagai teman (partner) yang istiqamah membimbing dan sabar mendorong anak didiknya guna memastikan bahwa kreatifitas dan kesungguhan anak didiknya tetap terjaga. Guru dituntut untuk konsisten pada posisinya sebagai fasilitator dan motivator.
Dengan menjaga perannya itu, berarti guru telah berhasil memandang anak didik bukan sebagai objek, tapi sebagai subjek. Sementara menghargai siswa sebagai pribadi utuh dan memahami pluralitas potensi yang dimilikinya merupakan langkah awal keberhasilan sebuah proses pendidikan dan pembelajaran.

B.PERAN PENDIDIK SEBAGAI FASILITATOR DAN MOTIVATOR

Berawal dari pemahaman bahwa anak adalah pribadi independent dengan ragam ciri dan karakteristik yang dimilikinya, membuat posisi guru menjadi amat penting. Pluralitas kemampuan, sifat, watak dan karakter anak menuntut kecerdasan guru dalam mengolah situasi pembelajaran agar apa yang disampaikan mampu diserap oleh semua anak.
Demi menjaga kondisi proses pembelajaran sehingga peran guru di dalam kelas menjadi strategis dan menentukan, ada 4 hal yang perlu menjadi catatan penting bagi seorang guru ;

a.GURU HARUS BERUSAHA MENGESAMPINGKAN EGOISME PRIBADI. Sikap mendikte, tidak peduli terhadap pendapat anak, jarang kompromi saat memutuskan sesuatu yang terkait dengan proses pembelajaran, itu semua menunjukkan bahwa seorang guru mempunyai sikap yang otoriter. Kalau sampai situasi ini dibiarkan, berarti nalar daya kreativitas dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat menjadi terkikis habis. Akibatnya siswa menjadi minder dan takut untuk mengungkapkan keinginan/pendapat. Kesimpulannya : EGOISME GURU, DISADARI ATAU TIDAK, DAPAT MENIMBUN POTENSI ANAK DIDIK BAHKAN MENGERDILKAN JIWANYA.

b.MEMPRIORITASKAN PENGHARGAAN (REWARD) DARIPADA HUKUMAN (PUNISHMENT). Kesalahan anak didik harus diteropong dalam bingkai kepolosan dan ketidaktahuan mereka. Kekeliruan anak didik masih dianggap wajar jika terpaksa kekeliruan itu harus ditukar dengan hukuman selama hukuman itu masih mengindahkan sisi humanitas dan edukatif, bukan malah megedepankan kekerasan.

c.MENCIPTAKAN SITUASI BELAJAR YANG MENYENANGKAN. Guru dituntut untuk cerdas membaca situasi dan pandai melihat suasana pembelajaran guna memastikan proses pembelajaran berjalan dengan baik dan terarah. Guru harus mahir menciptakan suasana gembira yang lepas dan tanpa beban. Hal tersebut bisa diaplikasikan melalui misalnya : pembelajaran di luar kelas. Cara ini cukup efektif saat anak didik merasa jenuh dengan kondisi formalitas kelas. Kegembiraan anak didik dan pendidik menjadi indikasi awal bahwa tujuan pembelajaran akan lebih mudah dicapai.

d.GURU HARUS MENJADI TAULADAN. Perilaku guru menyumbang efek yang dahsyat terhadap perkembangan psikologi anak didiknya. Disamping itu, perilaku guru juga seringkali menjadi referensi paling valid bagi anak didik untuk menjustifikasi setiap perbuatan yang mereka lakukan. Sikap meniru seorang anak dalam mengidentifikasi perilaku guru, menuntut guru untuk ekstra hati-hati dalam berperilaku.



0 komentar:

Posting Komentar