er Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

10 Megatrend tentang Belajar

Dalam satu kesempatan pelatihan pengawas sekolah, Endang Abutarya (2007) mengetengahkan tentang 10 megatrend tentang belajar untuk saat ini dan ke depannya. Kesepuluh trend tersebut adalah:(1) belajar melalui kehidupan kita; (2) belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan; (3) belajar berfokus pada kebutuhan nyata; (4) belajar dengan seluruh kemampuan otak; (5) belajar bersama; (6) belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya; (7) belajar langsung dari berpikir; (8) belajar melalui pengajaran/pembelajaran; (9) belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat untuk membantu belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar; dan (10) belajar bagaimana belajar.

Sementara itu, terkait dengan proses pembelajaran, bahwa dalam pembelajaran harus dapat: (1) meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses belajar; (2) mendorong prakarsa belajar siswa; (3) mempreskripsikan strategi yang optimal; (4) kondisi membelajarkan siswa secara simultan; (5) memudahkan proses internal yang belajar; dan (6) menjadikan belajar lebih efektif, efisien, dan menarik. Pada kesempatan pelatihan ini Endang Abutarya menjelaskan pula tentang tiga teori belajar utama: (1) behaviorisme; (2) kognitivisme, dan (3) konstruktivisme.

Ciri-Ciri Guru Konstruktivis

Menurut Brooks & Brooks (Iim Waliman, dkk. 2001) terdapat beberapa ciri yang menggambarkan seorang guru yang konstruktivis dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa, yaitu:

1.Guru mendorong, menerima inisiatif dan kemandirian siswa.
2.Guru menggunakan data mentah sebagai sumber utama pada fokus materi pembelajaran.
3.Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada pelatihan kemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan.
4.Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguraikan isi pelajaran dan mengubah strategi belajar mengajar.
5.Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa terhadap suatu konsep sebelum memulai pembelajaran.
6.Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antar siswa.
7.Guru mendorong siswa untuk berfikir, melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong siswa untuk bertanya sesama teman.
8.Guru melakukan elaborasi respon siswa siswa, baik yang sudah benar maupun yang belum benar.
9.Guru melibatkan siswa pada pengalaman yang menimbulkan kontradiksi dengan hipotesis siswa dan mendiskusikannya.
10.Guru memberikan waktu berfikir yang cukup bagi siswa dalam menjawab pertanyaan
11.Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman.
12.Guru di akhir pembelajaran memfasilitasi proses penyimpulan melalui acuan yang benar.

==============

Sumber :
Iim Waliman, dkk. 2001. Pengajaran Demokratis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). Bandung : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

Menggagas Evaluasi Kinerja Guru oleh Siswa

Dalam manajemen kinerja, setiap guru harus dinilai kinerjanya sehingga dapat diketahui sejauhmana proses dan hasil kerja guru yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Kendati demikian, selama ini, evaluasi kinerja guru cenderung banyak dilakukan oleh atasannya (baca: kepala sekolah atau pengawas sekolah), sementara siswa jarang dilibatkan untuk menilai kinerja gurunya.

Penilaian kinerja guru oleh siswa merupakan salah satu teknik penilaian untuk mengidentifikasi kinerja guru, yang hingga saat ini keberadaannya masih kontroversi. Di satu pihak, ada sebagian orang yang berpendapat bahwa pelibatan siswa untuk mengukur kinerja guru kurang tepat. Berbeda dengan kepala sekolah atau pengawas sekolah yang memang telah dibekali pengetahuan dan keterampilan bagaimana seharusnya guru mengajar, sedangkan siswa dianggap kurang atau bahkan sama sekali tidak memiliki kematangan dan keahlian untuk melakukan penilaian tentang gaya mengajar guru. Selain itu, mereka menganggap bahwa siswa cenderung lebih mengukur popularitas dari pada kemampuan guru itu sendiri.

Di lain pihak, tidak sedikit pula yang memberikan dukungan terhadap penggunaan teknik penilaian kinerja guru oleh siswa. Aleamoni (1981) mengungkapkan argumentasi penggunaan teknik penilaian kinerja guru oleh siswa, yaitu:

1.Para siswa merupakan sumber informasi utama tentang lingkungan belajar, termasuk di dalamnya tentang motivasi dan kemampuan mengajar guru.
2.Para siswa pada dasarnya dapat menilai secara logis tentang kualitas, efektivitas, dan kepuasan dari materi dan metode pembelajaran yang dikembangkan guru.
3.Penilaian kinerja guru oleh siswa dapat mendorong terjadinya komunikasi antara siswa yang bersangkutan dengan gurunya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan proses belajar mengajar.
4.Dalam mata pelajaran tertentu, hasil penilaian kinerja guru oleh siswa dapat dimanfaatkan untuk membantu siswa-siswa lain dalam memilih mata pelajaran dan memilih guru yang sesuai dengan dirinya.
5.Dalam pendidikan yang berorientasi pada mutu, siswa pada dasarnya merupakan pelanggan (costumer) utama yang harus didengar pendapat dan pemikirannya atas pelayanan pendidikan yang diberikan gurunya.

Menepis persoalan ketidakmatangan siswa untuk dilibatkan dalam evaluasi kinerja guru, studi yang dilakukan Peterson dan Kauchak (1982) menemukan bukti bahwa evaluasi kinerja guru oleh siswa ternyata dapat menunjukkan konsitensi dan reliabilitas yang tinggi dari satu tahun ke tahun berikutnya. Demikian juga, siswa ternyata dapat membedakan pengaruh pembelajaran yang efektif dan tidak efektif dilihat dari dimensi sikap, minat dan keakraban guru.

Memperhatikan pemikiran Aleamoni dan hasil studi yang dilakukan Peterson dan Kauchak tersebut, mungkin tidak ada salahnya di sekolah Anda mulai dikembangkan penilaian kinerja guru oleh siswa, baik yang digagas oleh siswa, guru atau kepala sekolah. Selama evaluasi kinerja oleh siswa ini didesain dan diadministrasikan sesuai dengan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip evaluasi, maka data yang dihasilkan akan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perbaikan mutu dan efektivitas pembelajaran siswa.

Guru Perlu Kreatif Untuk Meredakan Kebosanan

Cukup banyak guru-guru mengatakan merasa capek atau lesu apabila harus segera masuk kelas untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam absensi, hampir setiap hari ada guru yang ijin karena berhalangan tidak dapat datang ke sekolah. Pada umumnya alasan serius atau alasan berpura-pura sehingga berhalangan untuk tidak hadir di sekolah. Sering alasan lain adalah untuk memohon ijin karena ada urusan keluarga yang sangat mendesak. Kalau kita fikirkan tidak ada seorangpun di dunia yang luput dari urusan keluarga. Tetapi rasanya tidak logis kalau seorang guru sempat dalam satu bulan membuat alasan sepele dan berhalangan untuk mengajar sebanyak sekian kali. Dan alasan sepele ini cukup banyak dilakukan oleh guru-guru.

Dapat dikatakan buat sementara, bahwa keabsenan guru-guru dari sekolah karena tersandung oleh kebosanan selama proses belajar mengajar. Kemalasan guru-guru yang lain sering terekspresi dalam bentuk kelesuan setiap kali harus menunaikan kewajiban dalam Proses Belajar Mengajar (PBM). Meskipun bel tanda masuk telah berbunyi beberapa menit yang lalu namun masih banyak guru-guru yang ingin menyelesaikan gosip-gosip ringan sesama guru. Malah ada sebagian guru yang sengaja hilir-mudik atau berpura-pura sibuk mencari sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sampai akhirnya selalu terlambat tiba di kelas dan kemudian sengaja pula agak cepat untuk meninggalkan kelas.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebosanan pada seorang guru yaitu:

1. Faktor dari Murid
2. Faktor dari Guru
3. Faktor kompetensi guru pada pelajaran tertentu

Di beberapa sekolah ada yang membagi kelas disesuaikan dengan kemampuan seorang siswa, yaitu siswa dengan kemampuan yang lebih baik dimasukkan dalam kelas A dan murid dengan kemampuan sedang atau kurang dimasukkan dalam kelas B dan seterusnya. Hal ini dapat memicu gairah guru untuk melaksanakan PBM hanya tertuju untuk kelas unggulan. Sedangkan untuk kelas-kelas non unggulan yang cukup banyak siswa dengan kemampuan rendah terpaksa dimasuki oleh guru dengan rasa lesu dan letih bahkan bosan. Tentu tidak semua guru menunjukkan gejala yang demikian.

Faktor yang menyebabkan guru merasa bosan dalam PBM mungkin karena kelelahan. Barangkali ia memiliki jumlah jam yang terlalu banyak. Walau pada sekolah pengabdiannya hanya mengajar beberapa jam saja, tetapi karena tuntutan hidup ia menjadi guru sukarela pula pada sekolah lain. Atau bisa jadi karena kelelahan fisik setelah menjadi guru selama puluhan tahun. Sering kita lihat para guru-guru tua yang belum sudi untuk pensiun merasa segan untuk melakukan PBM. Bahkan pada guru-guru berstatus Pegawai Negeri ada yang mempunyai pola pikir tidak patut dicontoh yaitu mengajar sungguh-sungguh atau tidak toh tetap digaji. Namun secara mayoritas guru kelihatan kurang termotivasi untuk meningkatkan kualitas dirinya. Mereka tidak banyak membaca, walaupun sebatas membaca koran dan majalah, sehingga jadilah ilmu pengetahuan mereka sempit dan dangkal. Kebanyakan guru-guru selesai mengajar ya… selesai begitu saja. Begitulah kegiatan rutin mereka hari demi hari sampai akhirnya rasa bosan menyelinap ke dalam fikiran. Ada juga yang membuang-buang waktunya hanya untuk membicarakan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan.

Ada guru yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukup luas dan cukup hangat dalam bergaul bersama siswa. Namun juga sering mengeluh bosan untuk melakukan PBM sehingga mengajar secara serampangan dengan metode kuno sepanjang hari. Guru yang seperti ini sebaiknya harus segera melakukan introspeksi diri dan kemudian memutuskan apakah karir sebagai guru cocok baginya atau tidak. Tetapi pada umumnya mereka tetap bertahan mengajar dalam kebosanan karena tidak mampu mencari pekerjaan jenis lain yang cocok bagi diri, maklum banyak orang terserang sindrom pegawai negeri dengan alasan jaminan untuk hari tua. Setiap hari banyak terdengar keluhan guru-guru. Ada yang mengeluhkan badan kurang enak karena sakit kepala, sakit gigi, perut terasa kembung atau badan terasa pegal-pegal dimana ini semua adalah kompensasi dari bentuk rasa bosan. Mereka bosan untuk menunaikan tanggung jawab. Dan penyebab lain dari rasa bosan ini adalah karena umumnya guru-guru kurang kreatif sehingga mereka jarang yang menjadi guru profesional tetapi ingin selalu disebut profesional. Memang secara umum guru-guru terlihat kurang kreatif dan sebagian kecil tentu ada yang kreatif. Rata-rata guru menerapkan peranan tradisional dalam mengajar. Mereka masih berfilsafat bahwa guru masih sebagai sumber ilmu, dalam penguasaan ilmu siswa harus menyalin catatan guru dan menghafalkannya tanpa melupakan titik dan komanya sekalipun, bahkan yang paling parah siswa ditugasi pelajaran yang ada dibuku. Penanganan masalah yang ditemui selama PBM pun juga secara tradisional. Kalau murid bersalah musti diberi nasehat dan kebanyakan sistem pemberian nasehat dalam bentuk komunikasi satu arah, dimana yang sering terlihat ketika guru bertutur kata adalah siswa diam atau tidak boleh menjawab. Tetapi sekarang banyak guru yang nasehatnya tidak bertuah dalam bertutur kata karena kesempitan ilmu dan wawasannya atau karena tidak dilandasi keikhlasan. Model pengajaran sudah terlihat semakin basi karena menggunakan metode itu ke itu juga. Hasil mengikuti penataran apakah dalam bentuk KKG, Workshop dan seminar jarang sekali di aplikasikan dalam kelas.

Kompetensi guru pada bidang pelajaran tertentu juga menjadi faktor penyebab kebosanan ini. Guru yang mengajar tidak sesuai pada bidangnya biasanya terkesan mengajar seadanya dan mengikuti apa yang ada dalam buku siswa, tanpa berusaha mengembangkannya. Ketika mengajar mata pelajaran yang dikuasainya seorang kuru akan terlihat bersemangat sekali tetapi pada pelajaran yang kurang dikuasai biasanya terkesan seadanya. Hal ini sering terjadi pada sekolah yang menerapkan sistim guru kelas.

Ada beberapa cara yang mungkin bisa digunakan untuk meredakan kebosanan yaitu:

1. Meningkatkan kemampuan dan wawasan Guru yang ideal adalah selalu membiasakan untuk membelajarkan diri. Adalah sangat tepat bila seorang guru selain memahami bidang studinya juga mendalami pengetahuan umum lainnya sebagai untuk menambah wawasan dirinya. Guru yang luas wawasan dan ilmu pengetahuannya tidak akan pernah kehabisan bahan dalam proses belajar mengajar. Kalau sekarang ada ungkapan yang mengatakan bahwa mengajar itu adalah seni, maka mustahillah guru yang kering akan ilmu dan sempit wawasan dapat mengaplikasikannya sebagi seni.
2. Melakukan penyegaran dalam bentuk mengikuti penataran, workshop, seminar, KKG, dan peningkatan kerja lainnya.
3. Melatih diri untuk meningkatkan kemampuan untuk menulis, sehingga dapat mengisi waktu-waktu yang kosong untuk menulis artikel, cerita, dll.
4. Menggali informasi dari surat kabar, majalah, buku-buku perpustakaan, dan browsing internet disela-sela waktu kosong.
5. Mengembangkan ide dengan membuat alat atau media pembelajaran dan LKS.
6. Beri selingan dengan permainan (tepuk, gerak tubuh, dan kuis) dalam setiap PBM.
7. Gunakan multi metode dan multi media dalam PBM.
8. Mengisi waktu luang dengan berdiskusi antar sesama guru lebih bermanfaat daripada hanya ngrumpi.
9. Jangan membeda-badakan murid berdasarkan kemampuannya, anggaplah mereka anak-anak kita sendiri
10. Jalin hubungan yang erat antara guru, siswa, dan orang tua siswa.

Tentunya cara-cara diatas hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, tujuan akhirnya adalah kita dapat terhindar dari sindrom kebosanan yang dapat menjangkiti siapa saja. Pada akhirnya guru yang Profesional dan Bersertifikasi tidak hanya sebagai label untuk menambah penghasilan, tetapi betul-betul sebagai amanah yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.
OnnyRudianto.wordpress.com

Enam Langkah Berlajar Efektif

1.Survey (Meninjau)
Usaha untuk mengetahui garis besar isi dari bacaan serta cara penyusunan dan penyajiannya secara sepintas lalu.

2.Question (Mengajukan Pertanyaan)
Mengajukan pertanyaan bertujuan untuk menimbulkan rasa ingin tahu. Orang yang ingin tahu akan berusaha mencari jawabannya.

3.Reading (Membaca)
Bacalah dengan cermat bahan pelajaran satu kali lagi sambil berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sudah diajukan

4.Recite (Mengingat sambil menyebutkan kembali)
Rahasia yang perlu diketahui dalam menyebutkan kembali ialah sebutkan dengan menggunakan kata-kata sendiri. Mengingat dan menyebutkan kembali merupakan langkah yang penting karena dengan cara ini orang dapat mengenali dan juga mempelajari jawaban.

5.Record (Mencatat)
Tujuan membuat catatan ialah untuk menolong kita mengingat pokok-pokok yang penting tanpa membaca kembali bahan bacaan itu sendiri. Catatannya dibutuhkan untuk merangsang ingatan kembali apa yang kita pelajari.

6.Review (Mengulang Kembali)
Mengulang kembali berarti mengungkapkan kembali apa yang telah Anda pelajari tanpa melihat catatan. Mengulang bahan pelajaran secara teratur amat berguna karena mengingatkan kembali pengetahuan yang telah kita pelajari sebelumnya.

Penilaian Pembelajaran Siswa dalam KTSP

Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan).

Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.

Kesemuanya itu menuntut adanya perubahan dalam pendekatan dan teknik penilaian pembelajaran siswa. Untuk itulah, Depdiknas (2006) meluncurkan Model Penilaian Pembelajaran siswa, dengan apa yang disebut Penilaian Kelas.