er Pendidikan Guru TK - Guru Taman Kanak Kanak

Merangsang Kreativitas Prasekolah

Sesungguhnya, setiap anak terlahir sebagai sosok yang memiliki kreativitas. Akan tetapi jangan salah, potensi kreatif tidak terberikan begitu saja, melainkan perlu pengembangan, hingga membuahkan sesuatu. Nah, dalam hal ini, peran orang tua begitu dominan, bagaimana anak dapat mengembangkan potensi kreatifnya?

Menurut Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl-Psych., anak berumur 3-5 tahun, memerlukan pengasuhan dan bimbingan yang baik agar muatan kreativitasnya dapat diberdayakan secara optimal. Pada skala umur ini, anak mudah menyerap segala informasi yang ada di sekitarnya.

Sistem belajar sambil bermain merupakan cara terbaik yang dapat diberikan kepada anak usia 3-5 tahun. Tentu saja harus disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan masing-masing anak. Inilah beberapa pokok yang bisa dijadikan pembelajaran bagi mereka:

* Belajar mengembangkan dan mengasah keterampilan fisik yang diperlukan untuk melakukan berbagai permainan.
* Belajar menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan lingkungannya.
* Belajar mengembangkan berbagai keterampilan dasar, termasuk “membaca”, “menulis” dan “menghitung”.

MENGAPA BELAJAR SAMBIL BERMAIN

Dengan bermain, anak akan belajar mengenal aturan, disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian serta belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Terlebih, di usia ini anak-anak sudah bisa mengikuti kegiatan di kelompok bermain dan taman kanak-kanak. Dengan belajar sambil bermain, maka secara otomatis daya pikir, imajinasi, emosi, dan sosialnya akan terstimulasi. Di situ, terbuka kesempatan bagi anak untuk menciptakan karya-karya nyata dengan kemampuannya sendiri. Ia akan mengalami banyak hal sendiri, berkomunikasi aktif dengan teman-temannya, dan mengekspresikan pengalamannya baik secara lisan maupun gambar/tulisan.

MEMILIH ALAT BELAJAR DAN BERMAIN

Alat-alat peraga yang digunakan selama bermain mesti bisa menstimulasi pengembangan kreativitas anak. Gunakan alat bermain edukatif yang memiliki fungsi mendidik dan juga menghibur. Dengan begitu anak bisa terstimulasi untuk menyenangi proses belajar, hingga imajinasinya pun berkembang.

Alat permainan edukatif ini banyak macamnya, seperti puzzle dan lego yang dapat melatih kemampuan kreatif. Anak juga bisa membuat mainan sendiri, umpamanya kapal-kapalan dari kertas atau pelepah pisang. Selain itu, sediakan juga alat peraga lain seperti gambar, poster, papan permainan, alat-alat kesenian dan sebagainya.
Usahakan agar kegiatan yang dilakukan tidak monoton. Oleh karena itu orang tua dan guru didik perlu menghidupkan cara-cara yang dapat mengembangkan aktivitas anak. Tujuannya agar tercipta kegiatan belajar yang menyenangkan dan mengasyikkan.

BELAJAR DI ALAM

Kegiatan yang merangsang kreativitas dan kecerdasan emosional anak sebetulnya akan lebih efektif bila dilakukan di alam terbuka. Lakukanlah permainan atau aktivitas yang tidak biasa karena di TK, anak biasanya melakukan kegiatan yang relatif sama, hingga dikhawatirkan membuatnya bosan dan jenuh. Pilih kegiatan berupa permainan atau pembelajaran yang menyangkut kehidupan sehari-hari.

Di usia prasekolah ini anak hendaknya dibiasakan mengenal lingkungan sekitar. Kalau biasanya anak hanya melihat pantai di televisi atau buku saja, ajaklah ia berekreasi ke sana. Tunjukkan bagaimana bentuk pasir dan indahnya ombak yang bergulung-gulung. Ajak pula dirinya menikmati segarnya udara dan indahnya peman dangan di pegunungan.

BELAJAR SENDIRI

Di sekolah, anak pastilah belajar bermain secara berkelompok dengan teman-teman sebaya. Dia akan belajar berinteraksi, bekerja sama, dan mematuhi aturan-aturan kelompok. Namun, adakalanya anak juga ingin bermain sendirian. Kesendirian seperti itulah yang akan memunculkan berbagai imajinasinya. Sedangkan ide-ide kreatif takkan timbul jika selalu main bersama.

Untuk itu, orang tua harusnya mengupayakan agar anak bisa bermain berselang-seling antara sendirian dan bersama-sama. Jika memang memungkinkan, ayah-ibu perlu mengusahakan ruangan atau pojok di rumah untuk anak. Biarkan anak memiliki privasinya dan bebas melakukan apa yang disukainya. Di tempat tersebut biarkan anak menyimpan buku, mainan dan mengerjakan sesuatu yang disenangi untuk merangsang imajinasinya.

* Imajinasi
Imajinasi jangan ditafsirkan sebagai sesuatu yang bersifat lamunan atau khayalan semata. Berilah kesempatan pada anak-anak untuk mengembangkan daya imajinasinya. Dengan demikian dia akan mengeksplorasi potensi kreativitasnya. Orang tua perlu membimbing anak untuk mengungkapkan hasil imajinasinya itu melalui cerita, gambar atau tulisan.

* Kreasi
Biarkan anak berkreasi sekehendak hatinya. Orang tua jangan memberikan batasan atau mengekang daya kreatif anak. Biarlah anak-anak belajar melalui caranya sendiri. Bagaimanapun, setiap aktivitas yang dilakukan anak merupakan proses belajar, dan kemampuan kreativitas itu harus dilihat dari prosesnya, bukan hanya hasil.

SEIMBANGKAN OTAK KIRI DAN KANAN
Utami menyebutkan, belahan otak kiri dan otak kanan haruslah dirangsang secara seimbang. Sayangnya, sistem pembelajaran untuk anak-anak di sini masih lebih difokuskan pada pengembangan otak kiri, yang mengasah kemampuan logika, analisis, dan penalaran. Sementara belahan otak kanan yang merangsang kreativitas, imajinasi, intuisi, dan seni kurang dirangsang.

Di negara-negara Eropa, upaya mengembangkan otak kanan dilakukan dengan kegiatan menari, menyanyi, melukis dan sebagainya. Mereka yakin dengan merangsang seni, kreativitas dan imajinasi lebih dulu, maka kemampuan matematis anak justru bisa berkembang lebih baik. Pandangan ini agaknya berlaku terbalik di kebanyakan lembaga pendidikan diIndonesia. Anak didik lebih banyak dirangsang menggunakan belahan otak kiri, sedangkan otak kanan sangat jarang digunakan. Misalnya, mereka ditekankan untuk secepatnya menerima pelajaran menulis, membaca, menghitung dan menghapal semata yang justru menyebabkan anak jadi tidak kreatif. Artinya, kita cenderung melalaikan pengembangan kreativitas dan imajinasi anak, padahal mestinya rangsangan itu dilakukan secara seimbang, agar fungsi otak kanan dan otak kiri berjalan optimal.
Belahan otak kiri dan kanan, asal tahu saja, bekerja saling bergantung satu sama lain. Apabila tidak terbiasa menggunakannya secara seimbang, salah satu dari belahan otak yang jarang digunakan akan mengalami hambatan-hambatan dalam menjalankan fungsinya. Hal ini pula yang menimbulkan kemiskinan kreativitas pada anak-anak.

SELEKTIF PILIH PLAYGROUP/TK

Bukan kelengkapan sarana permainan dan peraga saja yang perlu diperhatikan orang tua saat memilih “sekolah”, tapi juga kualitas guru-gurunya. Mereka harus paham perkembangan psikologi anak usia prasekolah. Mereka juga harus tahu bagaimana menstimulasinya dengan kegiatan yang menarik sekaligus memberikan pengajaran.

Ingat, dunia anak adalah dunia bermain. Melalui bermain, anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi dan perkembangan fisik. Melalui kegiatan bermain, anak dirangsang untuk berkembang secara umum, baik perkembangan berpikir, emosi maupun sosial.

Pada rentang umur ini pula, orang tua sudah bisa melihat bakat atau minat anak. Cobalah beri kesempatan kepadanya untuk mencoba berbagai aktivitas, semisal melukis, menari, menyanyi, atau main piano.

Jika pada anak sudah terlihat minat yang dominan, pupuklah terus. Namun, minat itu tidak perlu langsung diarahkan/ditunjukkan pada satu bidang tertentu. Biarkan saja anak memiliki kebebasan. Utami menambahkan, jika orang tua kurang menstimulasi anak, dikhawatirkan perkembangan mentalnya akan berjalan sangat lambat.

Konsep Supervisi Akademik

Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981). Sementara itu, Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.

Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya: Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid? Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan “Instructional supervision is here in defined as: behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil learning and achieve the goals of organization”. Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik.

1.Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989).
2.Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
3.Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik, yaitu:

1.Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
2.Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dila-kukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.
3.Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) mengemukakan bahwa perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip supervisi akademik, akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort), dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian darinya. Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.

Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu:

1.Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara super- visor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).
2.Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
3.Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya direncana- kan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
4.Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972).
5.Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru.
6.Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi.
7.Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif. Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.

Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai. Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru. Menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun penilaiannya.

Pertama, apa yang disebut dengan substantive aspects of professional development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya.

Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.
akhmadsudrajat.wordpress.com.


Pengertian Bimbingan dan Konseling

Definisi Bimbingan
Dalam mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan dan konseling memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pengertian yang mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan.


Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Chiskolm dalam McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan bahwa bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.

Definisi Konseling

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).

Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.

Dari semua pendapat di atas dapat dirumuskan dengan singkat bahwa Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.

Metode Karya Wisata Anak TK

1. Pengertian Karya Wisata bagi anak TK
Karya Wisata merupakan salah satu metode melaksanakan kegiatan pengajaran di TK dengan cara mengamati dunia sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung yang meliputi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lain.
Anak dapat mengetahui bahwa:
a. Setiap benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, orang itu mempunyai sifat-sifat yang dapat dilihat dan diekspresikan.
b. Benda-benda itu dapat dibandingkan berdasarkan persamaan dan perbedaan dalam warna, bentuk dan ukurannya.
c. Benda-benda, tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun orang dapat digolong-golongkan berdasarkan kesamaan sifat yang dimiliki ke dalam satu kelompok.

Persepsi pembauan akan membantu anak mengembangkan perbendaharaan pengetahuan dan memperluas wawasan. Anak dapat mengetahui bahwa:
a. Setiap benda itu mempunyai sifat yang dapat dicium dan dapat dideskripsikan sifat baunya.
b. Benda-benda itu dapat dibandingkan berdasarkan persamaan dan perbedaan baunya.
c. Benda-benda itu dapat digolongkan berdasarkan kesamaan bau dalam satu penggolongan.

Persepsi auditif akan membantu anak mengembangkan perbendaharaan pengetahuan dan memperluas wawasan. Anak dapat mengetahui bahwa:
a. Setiap bunyi itu mempunyai sumber suara dan dapat dideskripsikan.
b. Bunyi-bunyian itu dapat dibandingkan berdasarkan persamaan dan perbedaan suaranya.
c. Bunyi-bunyian itu dapat digolongkan berdasarkan kesamaan sifat bunyi ke dalam satu penggolongan.
2. Manfaat Karya Wisata untuk TK
Karya Wisata bagi anak TK dapat dipergunakan merangsang minat mereka terhadap sesuatu, memperluas informasi yang telah diperoleh di kelas, memberikan pengalaman mengenai kenyataan yang ada dan dapat menambah wawasan.
3. Tujuan Karya Wisata bagi anak TK
Kegiatan Karya Wisata yakni menumbuhkan minat, meningkatkan perbendaharaan, pengetahuan memperluas wawasan.
4. Beberapa Sasaran Karya Wisata
Dunia binatang:
a. Peternakan domba, sapi, kuda, kelinci, ayam, bebek.
b. Perikanan, udang, bandeng, lele, mujair.
c. Kebun binatang
d. Akuarium
e. Taman burung
f. Museum binatang dan burung.
Dunia Tanaman:
a. Perkebunan; kebun sayur, kebun buah-buahan, sawah dan sebagainya.
b. Kebun raya yang ditanami bermacam-macam pohon-pohonan perdu dan rumput.
c. Taman kota
d. Taman bunga: mawar, melati, anggrek, aster, gladiol dan lain-lain.
e. Hutan wisata
f. Daerah pertanian
Dunia kerja:
a. Pekerjaan guru
b. Pekerjaan dokter
c. Pekerjaan polisi
d. Pekerjaan tukang pos
e. Pekerjaan tukang sayur/buah
f. Pemupuk, penyanyi, penari, pemain sandiwara.
g. Pedagang dan lain-lain.
Kehidupan manusia:
a. Kehidupan di kota
b. Kehidupan di desa
c. Kehidupan di pesisir (pantai)
d. Kehidupan di pegunungan

Kompetensi pada Anak-anak

Pengamatan pada kehidupan sehari- hari mengambarkan adanya perbedaan individual dalam kemampuan untuk berinteraksi sosial secara kompeten, antara anak- anak yang memiliki kompetensi sosial dengan yang tidak, individu yang memiliki kompetensi sosial tampak lebih mudah untuk menjalin relasi yang baik dengan orang lain, sedangkan individu yang lain tanpak kesulitan berinteraksi sosial.Kompetensi sosial bukanlah faktor bawaan atau sifat yang diturunkan dari orang tuanya, tetapi kompetensi sosial dibentuk melalui interaksi sosial dilingkungannya, juga dapat melalui bimbingan dari orang tuanya. Konpetensi sosial akan berkembang dengan baik bila ada bimbingan dari pengasuh atau orang yang dengan telaten utnuk membimbingnya.

Menurut David Elkind (dalam Patmonodewo, 2003) memperkenalkan concept of competent infant bahwa kompetensi dipengaruhi oleh kondisi sosial seperti meningkatnya perceraian orang tua, meningkatnya pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua tunggal, dan kedua orang tua yang bekerja. Lebih lanjut menurut Elkind anak yang kompeten dapat mengatasi perpisahan dengan orang tua, pada usia awal perkembangan sekalipun. Anak mampu menyesuaikan diri dengan orang lain sebagai pengasuhnya, seperti tempat penitipan anak dan sarana lain yang masih baru baginya.

Selain itu kompetensi sosial dapat dikembangkan sejak dini pada anak. Elkind (dalam Patmonodewo, 2003) berpendapat ada beberapa saran cara mengembangkan kompetensi pada anak, antara lain adalah :
a) Waktu yang paling baik untuk mengembangkan kompetensi adalah sejak anak berusia sekitar 6 – 8 bulan sampai 2 tahun,
b) Anak yang memiliki kompetensi yang tinggi umumnya memiliki hubungan sosial yang akrab dengan orang yang penting bagi anak, misalnya orang tua, khususnya dalam masa bulan pertama sejak kelahirannya sampai sebelum ulang tahunnya yang pertama,
c) Kualitas hubungan anak dengan orang tua lebih menentukan daripada lamanya mereka bersama anak. Orang tua penggantipun dapat memberikan pengalaman yang kaya pula,
d) Anak yang berkembang secara optimal apabila pengasuh mau berbicara dengan anak tentang apa saja yang diminati anak,
e) Berbicara dengan anak secara oral akan jauh lebih efektif dalam mengembangkan bahasa, sosial dan intelektual anak daripada bila anak memperoleh rangsangan bicara dari televisi, radio atau melalui pembicaraan antar beberapa orang tua,
f) Kebebasan fisik adalah penting bagi anak, anak yang tidak terus menerus dibatasi ruang geraknya akan lebih baik perkembangannya.

Sementara itu menurut Gunarsa (2002) bermain pada anak-anak dapat menjadi pengembangan kompetensi diri anak, pengembangan kompetensi diri anak, pengembangan kompetensi diri anak tersebut yaitu :
a) Bermain dapat merangsang perkembangan kognitif anak. Bermain membuat anak dapat menyelidiki lingkungan, belajar tentang obyek dan penyelesaian masalah,
b) Bermain memperlancar perkembangan sosial anak. Khususnya dalam bermain fantasi atau khayalan dengan bermain peran, anak belajar mengerti orang lain dan bermain peran yang akan diperankan apabila bertambah usianya,
c) Bermain memungkinkan anak menyelesaikan masalah emosi. Anak belajar mengatasi ketakutan, konflik dalam dirinya dengan situasi yang tidak mengancam.
Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig serta Shite dan Wittig dalam Patmonodewo (2003) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut :
a) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak.
b) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak.
c) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal.
d) Berikan kesempatan dan dorongan anak untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri.
e) Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku.
f) Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya.
g) Kagumilah apa yang dilakukan anak.
h) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.

Tugas-Tugas Perkembangan Anak

Salah satu dasar untuk menentukan apakah seorang anak telah mengalami perkembagan dengan baik adalah memulai apa yang disebut dengan tugas-tugas perkembangan atau Development Task. Tugas perkembangan masa anak menurut Munandar (1985) adalah belajar berjalan, belajar mengambil makanan yang padat, belajar berbicara, toilet training, belajar membedakan jenis kelamin dan dapat kerja kooperatif, belajar mencapai stabilitas fisiologis, pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik, belajar untuk mengembangkan diri sendiri secara emosional dengan orang tua, sanak saudara dan orang lain serta belajar membedakan baik dan buruk.

Menurut Havighurts (dalam Gunarsa, 1986) tugas-tugas perkembangan pada anak bersumber pada tiga hal, yaitu : kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya. Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: tugas-tugas perkembangan anak usia 0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosial atau fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta membentuk nurani. Tugas-tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah menggunakan kemampuan fisiknya, belajar sosial, mengembangakan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari-hari, mempersiapkan dirinya sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan kata nurani dan moral, menentukan skala nilai dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial atau lembaga (Havighurts dalam Gunarsa, 1986).

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) tugas perkembangan pada masa anak-anak adalah sebagai berikut: a) Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum. b) Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh. c) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya d) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat e) Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung f) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari g) Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai h) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga i) Mencapai kebebasan pribadi.

Perkembangan seorang anak seperti yang telah banyak terurai di atas, tidak hanya terbatas pada perkembangan fisik saja tetapi juga pada perkembangan mental, sosial dan emosional. Tugas-tugas pada masa setiap perkembangan adalah satu tugas yang timbul pada suatu periode tertentu dalam hidup seseorang, dimana keterbatasan dalam menyelesaikan tugas ini menimbulkan perasaan bahagia serta keberhasilan pada tugas berikutnya, sedangkan kegagalan akan menimbulkan ketidak bahagiaan dan kesulitan atau hambatan dalam menyelesaikan tugas berikutnya.
rujukan buku :
Hurluck, E. , 1990. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, Elizabeth B., 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakusha Ltd,